JARIMU harimaumu. Berhati-hati dalam mengabarkan informasi. Salah-salah, bisa dipanggil polisi.
DUA warga Batam berinisial BM dan LSW tak pernah mengira dampaknya karena mengabarkan disinformasi tentang Ustad Abdul Somad (UAS) yang ditangkap polisi karena memberi bantuan dapur umum saat aksi demo Rempang beberapa waktu kemarin.
Informasi yang disebar dan jadi masalah begini:
Berikan bantuan pada pengungsi Rempang Ustaz Abdul Somad di panggil polisi.
Ustaz Abdul Somad dipanggil polisi karena memberikan bantuan berupa dapur umum ke masyarakat Rempang.
Yang dalam surat pemanggilan, disebutkan kalau hal tersebut masuk kedalam kategori “memberikan bantuan kepada pelaku kejahatan” Yang korupsi bebas, yang kasi bantuan ke masyarakat yang lagi dirampas tanahnya oleh pemerintah malah di polisikan, na’uzubillahiminzalik.
Itu ketikan dari status Facebook dengan nama akun Bam* Mar*, tertanggal 15 September. Nyatanya, Ustad Abdul Somad (UAS) tak pernah dipanggil sama sekali oleh pihak kepolisian terkait konflik agraria di Pulau Rempang, Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Begitu juga video yang diposting oleh pemilik akun TikTok @iss***, pada 17 September 2023 lalu. Postingannya mengabarkan bahwa UAS ditangkap polisi gegara bela Rempang. Dan sama, kebenarannya memang tak seperti yang ditampilkan secara daring.
Akhirnya kedua pemilik akun medsos itu ditangkap petugas Polda Kepri. Inisial keduanya BM (39) dan Isw (52). Keduanya ditindak atas dugaan ujaran kebencian berdasarkan SARA dan menyebarkan berita palsu atau hoaks.
BM diamankan di kediamannya di wilayah Baloi Blok II, Lubukbaja, Batam. Sedangkan pemilik akun Tiktok, Isw, diamankan di wilayah Komplek Jupiter Residance, Tanjungriau, Sekupang, Batam.
Saat ini, keduanya masih ditahan di Polda Kepri. Mereka dijerat dengan Pasal 45A Ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU No 19/2016 tentang perubahan atas UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman hukumannya, penjara paling lama 6 tahun. Mereka juga dijerat dengan Pasal 14 Ayat (1) UU No 1/1957 tentang Peraturan Hukum Pidana, dengan ancaman kurungan maksimal 2 tahun.
Fanatik UAS hingga Honorer di Lembaga Pemerintah
Kedua tersangka pelaku ialah warga yang berdomisili di Batam. BM diketahui merupakan tersangka pertama dan Isw kedua. BM merupakan honorer pada salah satu lembaga pemerintahan di Batam, sementara Isw merupakan pekerja swasta. Mereka mengaku adalah penggemar figur atau sosok Ustad Abdul Somad (UAS).
“Saya minta maaf kepada pihak kepolisian dan masyarakat. Saya dengan tidak saja memposting postingan yang tidak benar. Saya minta netizen tak memposting berita yang tidak benar di medsos,” kata BM menyesal.
“Saya terpengaruh di media karena banyak sekali ujaran kebencian tentang kasus Rempang tersebut,” tambah dia.
Permintaan maaf yang sama juga dilayangkan Isw. Ia menyesali perbuatannya karena menimbulkan gejolak baru di tengah polemik masalah lahan di Rempang. Isw juga mengimbau warganet untuk lebih bijak ber-sosmed.
“Kepada masyarakat, saya mohon maaf dan jangan meniru apa yang telah saya lakukan. Netizen yang ada di luar untuk berhati-hati menggunakan medsos,” ujarnya.
“Saya adalah fanatiknya (fans berat) UAS, makanya saya terpancing memposting video itu. Selain itu tak ada (alasan lain). Saya tak terpikir akan terjadi masalah seperti ini. Saya hanya ingin masyarakat tau tentang UAS,” lanjutnya.
Polisi Minta Masyarakat Bijak Gunakan Platform Medsos
Kabid Humas Polda Kepri, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad menyampaikan kepada seluruh masyarakat agar bijak dalam menggunakan setiap platform medsos. Ia tak ingin teknologi yang kian berkembang itu, dimanfaatkan atau dipergunakan untuk hal yang tidak baik.

“Kepada masyarakat, tolong, ya. Warga Rempang ini sudah damai-damai saja, kasian. Mereka sudah melakukan aktifitas seperti biasa. Jangan ada lagi unggahan oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Ini sudah ada contoh, jangan sampai lagi ada unggahan yang bersifat provokatif,” katanya.
Baginya, menyampaikan informasi itu haruslah yang bersifat informatif dan bermanfaat. Jangan sampai ada yang menyampaikan kabar yang terkesan provokatif apalagi tidak benar.
“Kasian kita ke mereka. Hampir 43 orang itu (tersangka di aksi bela Rempang kedua) menyesal di kemudian hari karena mereka dapatnya dari berita hoaks juga. Tetapi mereka itu terpancing emosi sampai melawan petugas, melakukan pengerusakan. Ini, kan, sudah melanggar pidana,” tutur Pandra.
Dia menyebut bahwa hak berpendapat masyarakat telah diatur pada Undang-Undang No 9 tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Walau termaktub dalam Undang-Undang, tetaplah mengedepankan ketertiban.
“Tapi semuanya harus tertib, kalau sampai anarkis, pasti akan berhadapan dengan petugas karena tugas Polri dalam hal ini sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Sekaligus juga jangan sampai mengganggu ketertiban publik,” tutup Pandra.
(ahm)