CAMILAN kerap menemani aktivitas sehari-hari, mulai dari belajar, bekerja, hingga menonton film atau bermain gim. Tak jarang camilan pun tersedia di meja ruang tamu rumah hingga ruang rapat kantor.
Salah satu camilan kesukaan banyak orang adalah cah kwe atau cakwe. Roti goreng berbentuk panjang ini dikenal juga dengan nama you tiao. Selain sebagai camilan, cah kwe juga biasa ditambahkan ke dalam bubur, bakso, atau kembang tahu. Sebagai kudapan populer, tak sulit mencicipi gurihnya cah kwe di Jakarta. Di Pasar Baru misalnya, terdapat kedai yang menjual cah kwe dan kue bantal legendaris, yakni Cakue Koh Atek yang terletak di gang kecil tepat di sebelah Bakmi Gang Kelinci.
Koh Atek merupakan generasi kedua penerus ayahnya, Sutikno, yang berjualan cah kwe dan kue bantal sejak tahun 1971. Kedai Cakue Koh Atek buka setiap hari Selasa hingga Minggu, Senin libur. Ia menjadi salah satu destinasi wajib saat berkunjung ke Pasar Baru. Pasalnya, cah kwe olahan Koh Atek tak hanya mekar dengan sempurna, rasanya pun gurih. Tak heran, meski baru berjualan pukul 10.00 pagi, cah kwe olahan Koh Atek biasanya sudah ludes saat siang.
Bicara mengenai cah kwe kurang lengkap rasanya bila tak membahas awal mula terciptanya camilan ini. Dukut Imam Widodo dalam Monggo Dipun Badhog menyebut cah kwe yang berasal dari daratan Tiongkok, dalam dialek Hokkian memiliki arti “hantu yang digoreng”. Penamaan camilan ini juga berkaitan dengan bentuknya yang tak biasa seperti dua roti goreng yang bergandengan.
Kisah mengenai awal mula cah kwe berkaitan dengan kematian seorang jederal yang menjadi simbol patriotisme Cina melawan invasi asing. Jenderal itu adalah Yue Fei. Michael Wicaksono menulis dalam Memahami China bahwa kisah kepahlawanan Yue Fei menjadi inspirasi dari berbagai kisah yang dituturkan selama berabad-abad di Cina dan menjadi teladan yang diajarkan dalam buku pelajaran sejarah Cina sampai saat ini.
Yue Fei yang lahir tahun 1103 merupakan jenderal perang di bawah Kaisar Gaozong, seorang pangeran keturunan Kerajaan Song yang berhasil selamat dari Peristiwa Jingkang, yaitu serbuan besar-besaran pasukan Dinasti Jurchen (Jin) ke wilayah Song di bagian utara. Ibu kota Kerajaan Song dikepung serta Kaisar Qinzong dan ayahnya, mantan Kaisar Huizong dari Song, ditangkap.
“Nantinya kedua mantan kaisar Song ini tetap dibiarkan hidup namun diberikan gelar kebangsawanan yang merendahkan, dan sering kali mereka menjadi cemoohan dan bulan-bulanan Kaisar Jin,” tulis Wicaksono.
Pengangkatan Kaisar Gaozong sebagai kaisar Song yang baru mendorong perlawanan terhadap Jin. Di bawah kekuasaannya, periode Dinasti Song Selatan pun dimulai. Kemunculan Dinasti Song Selatan dipandang sebagai ancaman oleh Dinasti Jin. Mereka pun menyerbu wilayah selatan. Kali ini mereka kerap kelabakan akibat strategi perang Jenderal Yue Fei.
Yinke Deng dalam History of China menyebut Yue Fei yang berasal dari keluarga petani bergabung dengan pasukan Song Selatan pada 1126. Kemampuan Yue Fei dalam bertempur membuatnya dipromosikan dari prajurit menjadi marsekal atau pemimpin pertempuran. Pasukan Yue Fei dikenal sangat disiplin dan berani. Semangat mereka tak jarang membuat prajurit Jin terintimidasi.
“Yue Fei memimpin 126 pertempuran dalam hidupnya dan tidak pernah sekalipun dikalahkan,” tulis Yinke Deng.
Ketangkasan Yue Fei dalam mengatur strategi perang menjadi salah satu faktor yang menyebabkannya sulit dikalahkan. Dalam China at War An Encyclopedia, Xiaobing Li mengisahkan, dalam salah satu perang tahun 1139, Yue Fei yang memimpin 800 tentara berhasil mengalahkan pasukan Jin yang berjumlah 500.000 orang. Di tahun yang sama, Yue Fei memerintahkan anak angkatnya, Yue Yun, untuk menyerang pasukan Wanyan Zongbi (pemimpin pasukan Jin) dan Wanyan Zongxian (Raja Gaitian) yang memimpin 15.000 kavaleri dan 100.000 pasukan infanteri saat tiba di utara Yancheng. Yue Yun memimpin sekelompok penunggang kuda untuk menyerang pasukan Jin yang paling berpengalaman yang disebut Prajurit Besi.
Yue Fei tahu meskipun Prajurit Besi dilengkapi peralatan perang yang baik dari ujung kepala hingga ujung kaki, namun baju besi membuat gerak mereka tidak fleksibel. “Karena itu, dia memerintahkan unit kavaleri Beiwei dan Youyi untuk menyerang kavaleri musuh diikuti oleh infanteri yang dilengkapi dengan pedang dan kapak Mazha,” sebut Xiaobing Li.
Strategi Yue Fei itu berhasil. Ribuan tentara Jin tewas. Pertempuran Yancheng itu menjadi kemenangan besar bagi pasukan Song Selatan. Namun, kemenangan pasukan Yue Fei tak menyenangkan semua pihak di dalam Dinasti Song Selatan. Pertempuran yang berlarut-larut antara Song Selatan dan Jin membuat para pemimpin Song terpecah. Beberapa ingin melanjutkan perang dan mendorong Jin lebih jauh ke utara, sedangkan yang lain menginginkan perdamaian.
Yue Fei berada di kelompok yang pertama. Ia memimpin pasukannya untuk terus berjuang melawan pasukan Jin. Namun, penentangan datang dari Perdana Menteri Qin Hui yang memimpin kelompok untuk mewujudkan perdamaian Song Selatan dan Jin.
Qin Hui mengatakan kepada Kaisar Gaozong agar mengutamakan perdamaian daripada perang. Pertimbangannya didasarkan pada kondisi Dinasti Song Selatan yang belum lama berdiri dan kondisi masyarakat yang menderita akibat pertempuran. Saran Qin Hui didengar oleh Kaisar Gaozong yang kemudian memanggil kembali pasukan di bawah Yue Fei. Meski tak sepenuhnya setuju dengan keputusan kaisar, Yue Fei bersama pasukannya kembali setelah berhasil memenangkan pertempuran. Tak lama setelah itu, Yue Fei diberhentikan dari jabatannya. Ia kemudian dipenjara karena tuduhan pemberontakan.
Menurut Yinke Deng, Perdana Menteri Qin Hui memiliki andil dalam penangkapan Yue Fei. Qin Hui menghasut Zhang Jun dan Moqi Xie untuk membuat kesaksian palsu demi menjebak Yue Fei. Hidup sang jenderal pun berakhir tragis. Ia bersama putranya, Yue Yun, dan anak buahnya, Zhang Xian, dibunuh pada 1142. Pada tahun itu pula kaisar Song menandatangani perjanjian damai dengan Dinasti Jin yang dikenal dengan Kesepakatan Damai Shaoxing.
Dua puluh tahun kemudian, pada 1162 kaisar baru Song Selatan, Xiao Zong, merehabilitasi Yue Fei. Kaisar juga memerintahkan pembangunan makam dan kuil di Hangzhou sebagai bentuk penghormatan kepada sang jenderal perang. Kuil itu hingga kini masih berdiri. Selain terdapat makam Yue Fei, di kompleks itu juga terdapat patung besi Qin Hui dan istrinya yang tengah berlutut memohon ampunan kepada pria yang mereka bunuh.
Sementara itu, untuk melampiaskan kemarahan kepada Qin Hui dan istrinya, rakyat membuat dua batang roti yang digandeng lalu digoreng dan dimakan. Makanan itu kemudian dikenal dengan nama you tiao atau cah kwe.
(*)
Sumber: historia.id