RATUSAN warga dari 16 kampung tua di pulau Rempang, termasuk Sembulang, Pasir Panjang, dan Tanjung Kertang, kembali menggelar aksi mempertahankan kampung halaman mereka. Warga masih menolak rencana pemerintah untuk merealisasikan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City yang mengancam keberadaan kampung mereka.
Warga mengekspresikan penolakan melalui berbagai cara, seperti pawai kendaraan, membawa hasil pertanian dari ladang, serta orasi. Bahkan, seni bela diri dan pantun pun turut dihadirkan untuk memperkuat pesan mereka.
Di tengah kerumunan, tangisan seorang ibu bernama Nora menyayat hati. Dengan suara bergetar, ia memohon agar pemerintah tidak merampas tanah warisan leluhurnya.
“Jangan ambil tanah saya, pak. Tanah nenek moyang saya, pak. Saya mau diam di mana, pak? Anak saya mau sekolah, jangan ambil pak,” ujarnya dengan nada pilu.
Senada dengan Nora, Roziana, warga Pasir Merah, juga mengungkapkan isi hatinya. Baginya, tanah di Pulau Rempang bukan sekadar properti, melainkan warisan adat yang harus dijaga.
“Tanah ini adalah tanah ulayat, tanah nenek moyang kami. Kami harus melindunginya,” sebut wanita itu.
Aksi warga dibalut pada momen perayaan HUT RI kali ini.
“Baru tahun ini kami tidak merayakan 17 Agustus karena bagi kami belum merdeka. Kampung kami saat ini belum aman karena masih ingin dirampas,” lanjut Roziana.
Menurut warga, keberadaan proyek Rempang Eco City telah menciptakan rasa ketidakamanan yang mendalam. Mereka merasa terancam akan kehilangan kampung halaman, tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan.
“Kami mohon kepada pemerintah untuk mendengarkan keluh kesah kami. Kami ingin hidup damai dan tentram di tempat kami sendiri. Jangan rampas tanah kelahiran kami,” pintanya.
(ham)