SEBAGAI upaya untuk menyamaratakan harga kebutuhan pokok, sekaligus menekan disparitas harga antarwilayah yang selama ini kerap terjadi, Pemerintah Kota (Pemko) Batam melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) akan menerapkan program “Satu Harga Satu Pasar” di seluruh pasar tradisional di Batam mulai Agustus 2025.
Melansir dari batampos.co.id, Kepala Disperindag Kota Batam, Gustian Riau mengatakan, konsep Satu Harga Satu Pasar ini akan memperkuat sistem distribusi bahan pokok melalui skema kerja sama langsung dengan daerah-daerah penghasil.
Dalam tahap awal, Pemerintah Kota Batam akan menggandeng sejumlah daerah seperti Kabupaten Simalungun, Tapanuli Utara, Aceh Meriah, Lombok, dan beberapa wilayah lainnya.
“Ini adalah proyek nasional. Kami beri nama: satu harga, satu pasar, satu jenis,” kata Gustian akhir pekan lalu.
Menurut dia, ada tiga komoditas yang akan disamakan harganya di semua pasar Batam. Hal ini sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kota Batam.
Skema ini sudah diskusikan dengan Kementerian Perdagangan, dan apabila berhasil diterapkan di Batam, maka akan diadopsi secara nasional.
“Kami akan mulai dari tiga komoditas utama, yaitu cabai, telur, dan kentang,” sebutnya.
Dalam sistem baru ini, distributor tidak lagi membeli dari tengkulak atau pasar antara, melainkan langsung bekerja sama secara business-to-business (B2B) dengan petani dari daerah penghasil.
Barang dikirim langsung ke Batam dan disalurkan ke masing-masing pasar melalui koordinator pasar yang telah ditunjuk.
“Setiap pasar akan memiliki koordinator. Distributor akan langsung mengantar komoditas setiap subuh ke pasar-pasar. Jadi, harga akan sama di seluruh pasar di Batam. Tidak ada lagi perbedaan harga antarwilayah, karena jalur distribusinya sudah ditentukan,” kata Gustian.
Dengan pola distribusi langsung ini, biaya tambahan yang biasa ditanggung pedagang dan akhirnya dibebankan kepada konsumen, akan dihapuskan. Salah satu contohnya adalah biaya angkut dari terminal utama ke pasar.
“Nantinya, ongkos angkut tersebut tidak akan dibebankan lagi kepada pedagang. Distributor yang akan menanggungnya. Sehingga, harga jual di tingkat konsumen bisa lebih stabil dan terjangkau,” tambahnya.
Sebagai langkah konkret, Pemerintah Kota Batam akan menandatangani nota kesepahaman dengan sejumlah kepala daerah penghasil komoditas pada 16 Juni mendatang.
Penandatanganan tersebut akan melibatkan antara lain Bupati Simalungun, Bupati Tapanuli Utara, dan Bupati Aceh Meriah.
“Kami akan mulai dari daerah-daerah tersebut sebagai percontohan. Jika sistem berjalan baik, daerah mitra akan diperluas, dan jenis komoditas pun akan bertambah,” jelas Gustian.
Saat ini, total terdapat 54 pasar tradisional aktif di Batam yang akan menjadi sasaran pelaksanaan program. Ke depan, seluruh aktivitas distribusi akan dikontrol dan diawasi oleh pengelola pasar.
Dengan sistem ini, diharapkan tidak hanya menciptakan stabilitas harga, tetapi juga memperkuat ekosistem perdagangan lokal yang lebih sehat dan berdaya saing.
Gustian optimistis program “Satu Harga Satu Pasar” akan menjadi terobosan dalam pengendalian inflasi dan efisiensi rantai pasok pangan.
Ia juga menyampaikan bahwa jika sistem ini berhasil, model distribusi langsung tersebut akan diajukan sebagai inovasi nasional dalam tata kelola perdagangan pangan.
“Insyallah paling lambat Agustus sudah kami realisasikan. Kami akan pastikan proses distribusi berjalan efisien dan transparan. Kami ingin Batam menjadi contoh bagi daerah lain dalam hal pengelolaan pasar tradisional yang modern dan berpihak kepada masyarakat,” pungkasnya.
(*/batampos)