KONON, judi adalah salah satu “dosa tertua” umat manusia, dan nyaris ada di semua budaya di masyarakat seantero Dunia. Bersama zina dan pembunuhan. Konon pula, semua orang tahu, lebih-lebih para penjudi itu sendiri, tidak ada penjudi yang bisa menang, kaya raya, apalagi mati masuk surga; dengan kebiasaan berjudi mereka. Apa pun permainan judinya, bandar selalu menang.
Tapi kenapa anak-anak, remaja-remaja, para dewasa dan orangtua; KINI, duduk nongkrong di mana saja, sembari sibuk main slot di HP mereka? Mencoba peruntungan nasib; sembari menghabiskan gajinya yang tak seberapa, juga tabungan, perhiasan istri, tanah, hingga rumah tempat tinggal mereka. Lalu kemudian, ia baru sadar, ketika tidak ada lagi yang bisa dijual. Satu-satunya yang bisa dilakukan untuk mempertahankan kesenangannya adalah berbuat kriminal. Ia menjambret. Sial, ia tertangkap. Digebuki massa. Mati sia-sia.
Itu kisah ada di negeri di mana judi dilarang, para polisi sibuk menangkapi bandar-bandar togel kelas teri: juga para alim-ulama yang hobi ceramah hingga larut malam sambil mengajak jamaahnya wirid hingga kelelahan. Lalu mereka bangun kesiangan, ketiduran saat jam kerja, dipecat, tak ada uang, lapar, lalu mereka mulai berandai-andai; “seandainya aku punya uang banyak, aku bisa beribadah dengan panjang dan khusuk…”
Mereka kemudian berpikir, satu-satunya kesempatan bisa punya banyak uang secara cepat, agar bisa khusuk beribadah; adalah dengan berjudi!
Ironi nomor dua!
(*)
Penulis/ Fotografer : Sultan Yohana, Citizen Indonesia berdomisili di Singapura. Menulis di berbagai platform, mengelola blog www.sultanyohana.id