KOMISI VII DPR RI tengah menyoroti kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang terjadi di TVRI dan RRI, yang berpotensi memengaruhi sekitar 1.000 pekerja media. Ini mencakup kontributor, penyiar lepas, hingga tenaga teknis. Anggota Komisi VII dari Fraksi PDIP, Putra Nababan, mengungkapkan kritiknya terhadap keputusan pemangkasan anggaran yang tampaknya lebih memprioritaskan pengurangan tenaga kerja dibandingkan dengan pengeluaran lainnya.
Putra mempertanyakan transparansi dari manajemen kedua lembaga penyiaran publik tersebut. Ia mengacu pada video viral seorang penyiar RRI di Ternate yang mengeluhkan PHK, yang telah ditonton hampir 1 juta orang. “Direktur Utama menyatakan tidak ada PHK, namun realitas di lapangan berbeda. Ini perlu klarifikasi,” paparnya dalam rapat di DPR RI pada Rabu (12/2/2025).
Ia menekankan pentingnya perlindungan bagi tenaga kontributor dan pekerja harian yang seharusnya menjadi prioritas dalam alokasi anggaran. “Kekhawatiran kami adalah jika pemangkasan anggaran dilakukan tanpa mempertimbangkan dampaknya pada tenaga kerja,” ujarnya. Putra juga mengkritik narasi yang beredar bahwa pemangkasan anggaran disebabkan oleh program Makan Bergizi Gratis (MBG). “Masyarakat seharusnya tidak dihadapkan pada pilihan sulit antara program MBG atau pekerjaan mereka,” tegasnya.
Putra menyoroti militansi pekerja media di daerah yang beroperasi tanpa perlindungan asuransi. Ia mendesak agar dalam proses rekonstruksi, TVRI dan RRI memastikan tidak ada PHK, baik untuk pekerja tetap maupun tidak tetap. “Saya mengenal kerja keras kontributor dan koresponden, mereka berjuang tanpa jaminan,” ungkap mantan pembawa berita tersebut.
Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, menambahkan bahwa pihak TVRI dan RRI harus mengambil langkah nyata untuk meredakan kecemasan para pekerja yang terancam kehilangan pekerjaan. “Menjelang Ramadhan, perasaan mereka yang terancam PHK sangat penting. Kami ingin mereka tetap fokus bekerja,” katanya. Saleh meminta agar keputusan terkait tenaga kerja segera ditinjau ulang, mempertimbangkan banyaknya pekerja yang merasa cemas.
“Dalam situasi seperti ini, penting untuk memberi kepastian kepada mereka agar bisa berkontribusi tanpa tekanan berlebih,” jelasnya. Harapannya, dengan perhatian dari pihak manajemen, para pekerja bisa menjalani Ramadhan dengan tenang dan tetap berkontribusi secara optimal.
RRI dan TVRI Kembali Panggil Pekerja Setelah Pemangkasan Anggaran
SETELAH mengalami pemangkasan anggaran yang signifikan, Radio Republik Indonesia (RRI) dan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI mengumumkan keputusan untuk memanggil kembali pekerja yang terdampak. Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap instruksi Presiden Prabowo Subianto, yang mendorong efisiensi anggaran di kedua lembaga penyiaran pemerintah tersebut.
Efisiensi Anggaran: Keputusan yang Tak Terhindarkan
Anggaran TVRI untuk tahun 2025 awalnya ditetapkan sebesar Rp 1,52 triliun, namun pemerintah melakukan pemangkasan hingga 48 persen, menyisakan Rp 1,06 triliun. Sementara itu, RRI juga mengalami pemotongan anggaran dari Rp 1,07 triliun menjadi Rp 899 miliar. Kebijakan ini, yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, memicu pengurangan jumlah pegawai di kedua lembaga.
Kementerian PAN RB Tak Dapat Campur Tangan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Rini Widyantini, menegaskan bahwa kementeriannya tidak memiliki kewenangan untuk campur tangan dalam keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK) di RRI dan TVRI. “Keputusan ini merupakan bagian dari kebijakan nasional yang harus dihormati,” ujarnya saat ditemui di Kompleks DPR, Jakarta.
Dukungan DPR
Anggota Komisi VII DPR, Bane Raja Manalu, menyambut baik keputusan untuk membatalkan PHK. Ia menyatakan, “Karyawan seharusnya tidak dirugikan menjelang bulan Ramadan dan Idul Fitri.” Menurutnya, efisiensi anggaran seharusnya tidak mengorbankan kesejahteraan pegawai.
Dampak Terhadap Kondisi Pers
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Nany Afrida, mengungkapkan keprihatinannya atas PHK yang terjadi. Ia menilai, keputusan ini dapat memperburuk kondisi ketenagakerjaan di media massa, yang pada gilirannya memengaruhi kualitas siaran yang diterima publik.
Proses PHK yang Hati-Hati
Juru bicara RRI, Yonas Markus Tuhuleruw, sebelumnya mengonfirmasi bahwa proses PHK dilakukan dengan cermat. Ia menjelaskan bahwa meskipun pemangkasan anggaran terjadi, layanan RRI tetap berjalan normal dengan langkah penghematan di berbagai sektor operasional.
Dengan langkah ini, RRI dan TVRI berupaya menyesuaikan diri dengan kondisi anggaran yang baru tanpa mengorbankan kualitas layanan mereka kepada masyarakat.
(ham/kompascom/tempoco)