KAMPUNG ini berbatas air laut di masa lalu. Pembukaan jalan baru yang menghubungkan ruas dari bandara menuju Nongsa di akhir dekade 80-an, membuat perairan yang dipenuhi hutan bakau di sana terbendung. Kemudian, bertahun-tahun setelahnya, sumberdaya pasir yang ada di sekitar, dimanfaatkan untuk pengembangan dan pembangunan pulau ini.
Kampung Panglong, saat ini masuk dalam wilayah kelurahan Batu Besar. Penduduk awal yang mendiaminya kebanyakan orang Bugis Selayar. Tapi sekarang sudah lebih heterogen karena arus urbanisasi yang tinggi, sejak pulau Batam memiliki magnet besar secara ekonomi.
TAHUN 2013, imajinasi sang pemilik Roemah Pohon, Mahfud, terwujud. Ia merealisasikan keinginannya untuk bisa berada di alam terbuka dengan rumah yang dibangun di atas pohon, dekat kediaman di kawasan kampung tua itu. Awalnya sebagai tempat membaca buku, salah satu kesenangannya sejak kecil. Kemudian, ia mulai mengisinya dengan barang-barang antik. Seperti mesin tik dan beberapa lainnya.
Tahun 2017, ada beberapa kegiatan yang dilakukan di sini, termasuk mengupayakan tanaman-tanaman hidroponik. Kemudian berkembang lagi menjadi sebuah kafe ruang terbuka karena banyak yang tertarik mengunjungi.
ADA beberapa pondok kayu di atas pohon. Cukup besar untuk bersantai dengan suasana tenang bersama sentuhan alam.
“Kebanyakan novel sih”, kata Mahfud, sang pemilik Roemah Pohon itu, menjelaskan rata-rata koleksi bukunya.
Karena banyak yang tertarik, lokasi itu makin banyak didatangi orang. Terutama mereka yang menyukai nuansa alam yang tenang.
Di bawah pohon yang rindang itu sekarang, ada beberapa meja dan kursi yang terbuat dari batang pohon yang sudah tidak terpakai. Roemah Pohon itu sekarang, juga berkembang jadi kafe dengan konsep unik. Ada perpustakaan kecil yang disediakan untuk mereka yang gemar membaca.
Dibilang unik bukan hanya karena konsep dan asesoris yang ada. Tapi juga lokasinya. Jauh dari keramaian, di kampung Panglong, Batu Besar. Bagi yang baru berkunjung pertama kali, mungkin agak kesulitan menemukan lokasinya. Tidak ada plang papan nama di pinggir jalan sebagai penunjuk. Lokasinya seperti tersembunyi. Berada di belakang kantor lurah Batu Besar dan deretan rumah warga lainnya.
“Sebenarnya tidak sengaja jadi tersembunyi. Dulunya terbuka, kemudian karena penduduk makin banyak, mendirikan rumah di sekitarnya, lokasi ini jadi seperti tersembunyi”, kata Puji, adik sang pemilik Roemah Pohon.
Mereka yang datang ke sini, selain karena ingin menikmati suasananya, juga bisa menikmati berbagai tawaran menu, sambil menikmati semilir angin yang segar.
Ada tiga rumah pohon di tiga pohon akasia yang besar di sini Tiap rumah pohon mempunyai ciri khas masing-masing. Ukuran masing-masing juga berbeda. Ada rumah pohon yang berisi peralatan dapur, mulai kompor, piring melamin yang tradisional hingga beberapa mini teko stainless.
“Bukanya tiap hari setelah magrib hingga pukul 00.00 Wib, cuma hari Sabtu dan Minggu kami buka lebih awal, mulai pukul 14.00 WIB”, kata sang isteri, Bella.
Makin malam, ternyata makin banyak pengunjung datang. Kebanyakan anak-anak muda yang ingin mendapati suasana berbeda di balik gemerlapnya Batam.
*/ham)
Sumber : Beplus Indonesia