KEJAKSAAN Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau melaksanakan ekspose permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ) terhadap perkara Pertolongan Jahat atau Penadahan.
Kegiatan yang dilakukan secara virtual menghadapkan 4 tersangka dihadapan Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Undang Magopal, Senin (10/11/2025).
Kasi Penkum Kejati Kepri Yusnar Yusuf mengatakan empat tersangka yang menjalani keadilan restoratif perkara Pertolongan Jahat atau Penadahan Punia Manurung Alias Mami, Devyroyda Hutapea Alias Ayu Binti Alboin Hutapea, Eka Mulyaratiwi Alias Eka Binti Suroto dan Zulkarnain Harahap.
Keempat tersangka melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Tanjungpinang.
Perkara tersebut telah disetujui untuk dihentikan Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif oleh Jampidum Kejagung RI dengan pertimbangan telah memenuhi syarat.
Sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif jo Surat Edaran Jampidum Nomor : 01/E/EJP/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Berdasarkan peraturan tersebut, Kejaksaan Negeri Tanjungpinang akan segera memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum,” ucap Yusnar Yusuf.
Sementara itu Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, J. Devy Sudarso, dalam keterangannya menyampaikan bahwa penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.
Keseimbangan perlindungan, kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan.
Keadilan restoratif merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun. Dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Melalui kebijakan Restorative Justice ini, pihaknya berharap tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan. Meskipun demikian, perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana.
”Berhasilnya penyelesaian perkara melalui pendekatan RJ ini adalah bukti nyata komitmen Kejati Kepri dalam mewujudkan penegakan hukum yang humanis dan berempati,” jelas Kajati Kepri, J. Devy Sudarso, Senin (10/11/2025).
Dalam RJ pihaknya mengedepankan pemulihan hubungan sosial antara korban dan pelaku, memastikan bahwa korban telah memaafkan dan kerugiannya telah dipulihkan.
Ini menunjukkan bahwa keadilan tidak selalu harus berakhir di balik jeruji besi, tetapi dapat memberikan manfaat nyata bagi seluruh pihak dan menciptakan kedamaian di tengah masyarakat.
(*)


