KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membatalkan rencana penyegelan PT Ensun, perusahaan yang diduga terlibat dalam impor limbah berbahaya di Batam, Senin (22/09/2025) kemarin. Menteri Hanif Faisol Nurrofiq menjelaskan bahwa keputusan ini diambil karena proses penyelidikan masih berlangsung dan terdapat beberapa informasi yang belum lengkap.
“Kami telah bertemu dengan wali kota Batam untuk membahas penyegelan, namun kami memutuskan untuk membatalkan karena penyelidikan belum sepenuhnya selesai,” ungkap Hanif kepada wartawan.
Menteri Hanif juga menyebutkan bahwa pihaknya tengah menyelidiki dugaan masuknya limbah B3 melalui perusahaan di Batam. “PT Ensun terindikasi melakukan pengolahan limbah berbahaya,” tambahnya.
Awal Mula Kasus
KASUS ini berawal dari laporan yang diterima pemerintah Indonesia melalui Jenewa, yang disampaikan oleh organisasi internasional Buzzel Action NGO, yang aktif memantau peredaran limbah B3 lintas negara.
“Dalam laporan tersebut, terdapat indikasi bahwa sampah berbahaya masuk melalui pelabuhan Batam,” jelas Hanif.
Sebagai tindak lanjut, tim gabungan pemerintah dan Bea Cukai melakukan verifikasi di PT Ensun, perusahaan yang diduga terlibat dalam aktivitas impor barang berisiko. Hanif menegaskan bahwa pihaknya tidak akan membiarkan pelanggaran terkait limbah berbahaya terjadi.
“Kami akan bertindak tegas jika pelanggaran terbukti,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa penyelidikan akan terus dilakukan untuk memastikan kebenaran dugaan tersebut. Jika terbukti, langkah penyegelan akan diambil sesuai hukum yang berlaku.
Kritikan dari Aktivis Lingkungan
KEKECEWAAN muncul dari aktivis lingkungan di Batam, seperti Hendrik Hermawan dari jaringan Akar Bhumi. Ia menilai bahwa keputusan menteri menunjukkan lemahnya keberanian negara.
“Negara sudah mengeluarkan biaya dan tenaga, tetapi pulangnya tangan kosong. Apakah negara kalah di hadapan perusahaan?” tegasnya di lokasi PT Ensun.
Hendrik juga mencurigai adanya pihak yang diuntungkan dari pembatalan penyegelan ini.
“Jika verifikasi sudah dilakukan, mengapa masih mundur? Mungkin ada yang lebih kuat dari negara,” lanjutnya.
Menurutnya, regulasi mengenai limbah sudah jelas diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH dan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. Larangan impor limbah elektronik dan sampah plastik sudah tegas, namun di lapangan, hukum hanya dianggap sebagai dokumen semata, bukan alat penegakan.
“Jika penyegelan gagal, perusahaan lain bisa meniru. Batam bisa berisiko menjadi kota ekspor-impor limbah internasional,” pungkasnya.
(dha)