Histori
Kilas Balik Film Pengkhianatan G30S/PKI

FILM “Pengkhianatan G 30 S PKI” adalah judul film dokudrama Indonesia yang diproduksi pada tahun 1984. Film ini disutradarai dan ditulis oleh Arifin C. Noer, diproduseri oleh G. Dwipayana, dan dibintangi Amoroso Katamsi, Umar Kayam, dan Syubah Asa.
Diproduksi selama dua tahun dengan anggaran sebesar Rp. 800 juta kala itu, film ini disponsori oleh pemerintahan orde baru. Film dibuat berdasarkan pada versi resmi menurut pemerintah kala itu dari peristiwa “Gerakan 30 September” atau “G30S” (peristiwa percobaan kudeta pada tahun 1965) yang ditulis oleh Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh.
Film ini menggambarkan masa menjelang kudeta oleh Partai Komunis Indonesia dan beberapa hari setelah peristiwa tersebut.
Dalam kala kekacauan ekonomi, enam jenderal diculik dan dibunuh oleh PKI dan TNI Angkatan Udara, sebagai langkah awal untuk memulai kudeta terhadap Presiden Soekarno. Jenderal Soeharto muncul sebagai tokoh yang menghancurkan gerakan kudeta tersebut. Film ini juga menampilkan pergantian pemerintahan Indonesia dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto menurut versi pemerintahan Orde Baru.
Ini merupakan film dalam negeri pertama yang dirilis secara komersial dan menampilkan peristiwa 1965 tersebut. Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI meraih sukses secara komersial maupun kritis.
Film ini juga dinominasikan untuk tujuh penghargaan di Festival Film Indonesia 1984, namun memenangkan satu, dan mencapai angka rekor penonton terbanyak.
Alur cerita:
Indonesia berada dalam kekacauan. Rakyat hidup dalam kemiskinan,sementara yang kaya memamerkan kekayaan mereka.

Presiden Soekarno (Umar Kayam) sedang sakit dan hampir wafat. Sementara itu, konsep politiknya, Nasakom (nasionalisme, agama, dan komunisme) telah menyebabkan pertumbuhan besar anggota PKI.
Partai yang mencoba melakukan kudeta pada tahun 1948 itu, telah menyerang dan membunuh orang di seluruh negeri. Presiden yang telah melemah juga dimanipulasi oleh partai ini.
PKI telah merekayasa cerita, berdasarkan Dokumen Gilchrist yang palsu, bahwa Dewan Jenderal sedang mempersiapkan kudeta bila Soekarno wafat. Aidit (diperankan oleh Syubah Asa), Syam, dan kepemimpinan Partai Komunis, diam-diam berencana untuk menggunakan ini sebagai alasan untuk kudeta mereka sendiri.
Pangkat dan barisan anggota Partai ini menerima penjelasan dari pimpinan, dan dengan bantuan para prajurit dan perwira yang “berpikiran-maju” (sebagian besar dari Angkatan Udara), bekerja untuk mengumpulkan kekuatan Partai. Mereka berencana untuk menculik tujuh jenderal (yang dikatakan sebagai anggota Dewan Jenderal), merebut kota, dan mengamankan Soekarno.
G30S yang baru diberi nama kemudian memulai pelatihan. Para anggota sayap kanan dalam Angkatan Darat yang tidak menyadari kudeta yang akan terjadi ini, hidup bahagia dengan keluarga mereka.
Pada saat mereka menyadari bahwa ada sesuatu yang salah, mereka sudah terlambat.
Pada malam 30 September-1 Oktober, tujuh unit dikirim untuk menculik para jenderal yang terkait dengan Dewan Jenderal tersebut.
Jenderal Abdul Harris Nasution (diperankan Rudy Sukma) berhasil melarikan diri melompati tembok. Namun putrinya Ade Irma Suryani Nasution (diperankan Keke Tumbuan) justru tertembak. Sementara atase militer Pierre Tendean (diperankan Wawan Wanisar) datang berlari keluar, memegang senapan
Tendean dengan cepat ditangkap, dan ketika ditanya di mana Nasution, mengaku dirinya adalah jenderal tersebut.
Jendral Ahmad Yani yang melawan, tewas di rumahnya. Mayor Jenderal MT Haryono juga mendapat nasib yang sama. Kepala Jaksa Militer Sutoyo Siswomiharjo, Mayjen Siswondo Parman, dan Letnan Jenderal Soeprapto ditangkap. Sementara Brigadir Jenderal DI Pandjaitan ikut dengan rela, tetapi ketika dia berdoa terlalu lama sebelum memasuki truk, dia dibunuh.
Jenazah dan tahanan tersebut dibawa ke kamp G30S/PKI di Lubang Buaya, di mana para korban yang tersisa disiksa dan dibunuh. Tubuh mereka kemudian dilemparkan ke dalam sumur. Pagi berikutnya, anak buah Letnan Kolonel Untung mengambil alih kantor RRI dan memaksa staf di sana untuk membaca pidato Untung (diperankan Bram Adrianto) yang menyatakan bahwa G30S telah bergerak untuk mencegah kudeta oleh Dewan Jenderal dan mengumumkan pembentukan “Dewan Revolusi”.
Anak buah G30S/PKI lain pergi ke istana untuk mengamankan presiden, tetapi menemukan bahwa ia telah pergi meninggalkan istana. Di pangkalan Halim, Presiden berbicara dengan para pemimpin G30S dan menyatakan bahwa ia akan mengambil kontrol penuh dari Angkatan Darat
Pidato radio lain kemudian segera dibacakan, menguraikan komposisi Dewan Revolusi yang baru dan mengumumkan perubahan hierarki Angkatan Darat. Para pemimpin G30S mulai merencanakan pelarian mereka dari Halim, yang harus dilakukan sebelum tengah malam.
Soeharto (diperankan Amoroso Katamsi), yang dibangunkan pagi buta, membantah pengumuman Untung yang menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada Dewan Jenderal dan membuat catatan-catatan tambahan tentang hakikat G30S.
Karena ada kekosongan kekuasaan dengan meninggalnya jendral Ahmad Yani, Soeharto mengambil kendali sementara Angkatan Darat dan mulai merencanakan serangan-balik dengan anak buahnya.
Namun bagaimanapun dia tidak mau memaksakan pertempuran.
Dia malah menyatakan bahwa ia akan memberikan pengumuman lewat radio, yang disampaikan setelah pasukan yang setia kepadanya merebut kantor RRI.
Pengumuman ini menguraikan situasi kala itu, menggambarkan G30S sebagai kontra-revolusioner dan menyatakan bahwa Angkatan Darat akan berurusan dengan kudeta ini. Tak lama kemudian para pemimpin kudeta melarikan diri dari Halim dan pasukan Soeharto merebut kembali pangkalan udara tersebut.
Beberapa waktu kemudian, pasukan di bawah kepemimpinan Soeharto digambarkan menyerang sebuah markas G30S/PKI. Sementara tentara yang berafiliasi dengan PKI melawan. Pimpinan Partai lolos dan melarikan diri, berencana untuk melanjutkan perjuangan mereka di bawah tanah.
Soeharto kemudian segera dipanggil ke istana kedua di Bogor untuk berbicara dengan Soekarno.
Di sana, presiden mengatakan bahwa ia telah menerima jaminan dari Marsekal Udara Omar Dani bahwa Angkatan Udara tidak terlibat dalam kudeta ini. Soeharto membantah pernyataan tersebut, mencatat bahwa persenjataan gerakan ini adalah seperti orang-orang dari Angkatan Udara.
Pertemuan ini akhirnya menghasilkan konfirmasi pengangkatan Soeharto sebagai pemimpin Angkatan Darat, bekerja sama dengan Pranoto Reksosamodra. Dalam investigasi mereka terhadap peristiwa kudeta ini, Angkatan Darat menemukan kamp di Lubang Buaya – termasuk tubuh para jenderal, yang dikeluarkan sembari Soeharto menyampaikan pidato menggambarkan kudeta ini dan peran PKI di dalamnya.
Jenazah para jenderal kemudian dimakamkan di tempat lain dan Soeharto memberikan pidato hagiografi, di mana ia mengutuk G30S/PKI dan dan mendesak masyarakat Indonesia untuk melanjutkan perjuangan jenderal-jenderal yang telah meninggal tersebut.
Terusan film atau sekuel:
Film ini mendapat dua adaptasi sekuel yang berjudul DJAKARTA 1966 dan Oprais Trisula Blitar Selatan: penumpasan sisa sisa pehianatan PKI.

Film Djakarta 1966 ini diproduksi oleh studio PPFN milik negara, dan dimaksudkan sebagai sekuel dari film Pengkhianatan G30S/PKI. Kayam dan Katamsi kembali mengambil peran mereka dalam film sekuel ini setelah memerankan peran yang sama dalam film Pengkhianatan G30S/PKI.
Film ini menceritakan kronologi lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret tahun 1966 berdasarkan versi pemerintahan Orde Baru. Dalam keadaan negara yang genting paska peristiwa Gerakan 30 September, Presiden Soekarno memberikan wewenang kepada Letjen Soeharto berupa Supersemar.
Film operasi trisula Blitar Selatan ini menceritakan operasi militer yang dilakukan untuk memberantas anggota gerakan G30S / PKI yang melarikan diri dari Jakarta dan berbagai daerah. Mereka ini kemudian bertahan dan menyusun gerakan dari wilayah tandus, berbukit dan bergua-gua di Blitar Selatan.
Mereka dilukiskan merampok, melakukan sabotase dan meresahkan penduduk.

Sebuah operasi militer dengan sebutan “Operasi Trisula” dibentuk untuk membasmi mereka.
(*)
Referensi: -Dokumen film nasional 1985 -Pusat Produksi Film Negara (PPFN) dokumentasi film nasional penghianatan G30SPKI, Djakarta 1966,Operasi Trisula Blitar Selatan -Biografi Arifin C Noer -layar lebar film nasional, pengkhianatan G30SPKI, Djakarta 1966, operasi trisula Blitar Selatan 1984 -Filmindonesia.or.id, Pengkhianatan G-30-S PKI. -Tempo 2012, Sosok 'Dalang'; Sen & Hill 2006, hlm. 148