SELAIN permasalahan mutu makanan dan kelayakan dapur SPPG, salah satu temuan yang cukup menghebohkan terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah adanya indikasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) fiktif yang jumlahnya mencapai ribuan.
Anggota Komisi IX DPR RI, Sahidin, menyoroti sejumlah permasalahan dalam pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang dikelola Badan Gizi Nasional (BGN) saat melakukan kunjungan kerja spesifik ke Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), hari Kamis (18/9/2025).
“BGN menyebut ada sekitar delapan ribuan SPPG yang ditetapkan. Namun, lima ribu di antaranya tidak jelas keberadaannya. Ada yang hanya membuka akun, tetapi lokasi fisiknya tidak ada. Informasi yang saya terima, termasuk di Batam, meskipun tidak sepenuhnya. Ini menimbulkan dugaan bahwa SPPG tersebut hanya untuk dijual,” ungkap Sahidin dikutip dari Tirto.id.
Ia mempertanyakan lemahnya pengawasan dari BGN terhadap keberadaan dan operasional SPPG di lapangan. Sahidin juga menyoroti informasi bahwa banyak SPPG dikuasai oleh segelintir pihak.
“Yang kita survei tadi masih banyak kekurangannya. Ini seperti apa pengawasan dari BGN?” tegasnya.
Selain masalah pengawasan, Sahidin menyoroti lemahnya koordinasi antara BGN dengan pemerintah daerah.
Ia mengingatkan bahwa tanggung jawab pelaksanaan program MBG ada di tingkat pemerintahan, sehingga koordinasi menjadi kunci penting.
“Kami minta kepada BGN, baik pusat maupun daerah, agar menyelesaikan masalah ini, khususnya di Kepri. Jangan sampai program ini hanya sekadar ‘booking’, akunnya sudah terdaftar lalu dijual. Kalau seperti ini, kita khawatir program prioritas Presiden Prabowo Subianto justru bermasalah,” jelasnya.
Lebih jauh, Sahidin mengingatkan bahwa aspek keamanan pangan tidak boleh diabaikan.
Ia menekankan pentingnya sistem pengawasan terpadu agar potensi insiden, seperti keracunan makanan, bisa diantisipasi sejak awal.
Bantahan BGN
Dilain pihak, terkait dengan itu, Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, membantah adanya 5.000 dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) fiktif.
“Kategori fiktif, jika SPPG dinyatakan operasional dan dikirim anggaran, tapi tidak ada pelaksanaan MBG,” kata Dadan, Jumat (19/9/2025) seperti dilansir dari Kompas.com.
Namun hal yang terjadi berbeda. Dadan mengatakan, data 5.000 SPPG yang tak aktif itu merupakan dampak kebijakan roll back atau reset.
“Yang menemukan data itu kan BGN. Kalau ini yang dimaksud adalah 5.000 titik yang kena kebijakan roll back atau reset,” tambah Dadan.
Dadan menegaskan bahwa kebijakan roll back dilakukan terhadap pemesan titik dapur yang tidak melakukan tindak lanjut dengan membangun dapur dalam waktu 20 hari. Jika dapur tidak dibangun, akan dilakukan roll back. (*)


