KEVIN Wang -Warga Singapura, 32 tahun- dulunya merokok satu bungkus rokok setiap hari saat tinggal di Paris. Namun, setelah pindah ke Singapura pada tahun 2016, ia berhasil berhenti merokok.
“Lingkungan di Singapura membuat sulit untuk merokok di mana saja. Tidak melihat banyak perokok membantu saya tetap fokus dan tidak kembali ke kebiasaan itu.”
Saat itu, merokok sudah dilarang di tempat hiburan, institusi pendidikan, serta area publik di perumahan.
Sejak saat itu, aturan semakin ketat. Kini, merokok dilarang di semua taman dan pantai rekreasi. Larangan juga berlaku di kawasan Orchard Road, kecuali di tempat merokok yang ditentukan dengan kotak kuning.
Namun, larangan merokok di luar ruangan tidak menghentikan para eksekutif di Singapura secara umum dari kebiasaan merokok mereka.
Seperti warga lain -Salihan-, ia merasa tidak nyaman karena harus berjalan jauh ke titik merokok yang terbatas di Central Business District. Tetapi alih-alih merokok lebih sedikit, ia justru merokok lebih banyak selama istirahatnya untuk “mengganti” sesi merokok yang berkurang.
Kisah Kevin dan Salihan mencerminkan keberhasilan dan tantangan dari upaya Singapura dalam mengurangi merokok.
Tingkat merokok di Singapura telah menurun dari waktu ke waktu. Menurut Survei Kesehatan Populasi Nasional 2023 oleh Kementerian Kesehatan seperti dilansir dari Today Online Singapura, 8,8 persen penduduk Singapura merokok setiap hari, turun dari 13,9 persen pada 2010.
Ini menunjukkan seberapa efektif hampir total larangan merokok di luar ruangan di Singapura, bersama dengan langkah-langkah lain. Seperti kenaikan harga bertahap dalam mendorong perokok untuk berhenti dan mencegah generasi muda dari memulainya.
Namun, 8,8 persen perokok harian yang tersisa di sana menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah mungkin tidak cukup untuk sepenuhnya memberantas merokok: bagi sebagian orang, kecanduan nikotin sangat kuat untuk diatasi oleh berbagai hambatan.
Beberapa orang berhenti merokok hanya untuk beralih ke vaping, meskipun vape telah dilarang di sini sejak 2018.
Ini menimbulkan pertanyaan: Jika ada kemajuan yang bisa dicapai dalam perang melawan nikotin, bagaimana cara mencapainya, dan apakah itu realistis?
Pentingnya Pembatasan
PEMBATASAN yang terus meningkat terhadap merokok, bersama dengan langkah-langkah lain seperti kenaikan pajak tembakau, memberikan hasil yang bervariasi. Beberapa perokok, seperti Kevin Wang, menemukan motivasi untuk berhenti.
Namun, yang lain merasa kesulitan menemukan titik merokok dan membuat mereka merokok lebih sedikit saat keluar rumah, terutama di area Orchard Road atau Central Business District.
Seorang perokok reguler, Madam Quek, mengatakan bahwa dia merokok rata-rata enam hingga delapan batang sehari, tetapi saat keluar, jumlahnya turun menjadi empat.
Namun, ada juga perokok yang telah beradaptasi dengan perubahan aturan dan menemukan cara untuk mempertahankan kebiasaan mereka.
Robert Fernando, misalnya. Ia mengaku pembatasan tidak menghentikannya untuk mengurangi frekuensi merokoknya yang 20 batang per hari. Pria berusia 65 tahun itu hanya menghindari tempat di mana ia tidak bisa merokok dengan bebas.
“Saya menghindari Orchard Road kecuali sangat perlu, karena itu menghilangkan kebebasan saya,” katanya di Today Online Singapura.
Beberapa mantan perokok, ironisnya, beralih ke vaping karena merasa lebih nyaman — karena ilegal di mana-mana, mereka justeru merasa bisa merokok di mana saja, tentu dengan sembunyi.
“Vaping memberikan efek nikotin dengan rasa yang lebih baik, tanpa bau, dan fleksibilitas untuk vaping di mana saja, bahkan di dalam ruangan,” kata seorang direktur kreatif yang ingin tetap anonim di Today Online.
“Anda bisa merokok kapan saja, di mana saja. Ini sudah menjadi hal biasa di Singapura sehingga orang tidak terkejut melihatnya. Normalisasi ini membuat lebih mudah untuk vaping di dalam ruangan — di kantor, pesta di rumah, bahkan di toilet umum.”
Vape menjadi sangat populer, sehingga pihak berwenang meningkatkan penegakan terhadap pelanggar.
GAMBAR BESAR
PEMERINTAH Singapura mengambil langkah awal untuk mengurangi kebiasaan merokok pada tahun 1992 silam dengan mengesahkan Undang-Undang (Larangan di Tempat Tertentu), yang menegaskan larangan terhadap iklan tembakau dan merokok di bus, MRT, dan bioskop.
Selama bertahun-tahun, undang-undang ini diubah untuk melarang merokok di lebih banyak tempat. Pada tahun 1994, misalnya, merokok dilarang di area berpendingin udara seperti pabrik dan kantor swasta.
Pada tahun 2007, larangan diperluas untuk mencakup tempat hiburan seperti pub dan klub malam, dan pada tahun 2013, merokok juga dilarang di area umum gedung perumahan. Antara 2013 dan 2017, tingkat merokok turun dari 13,1 persen menjadi 11,8 persen.
Langkah besar lainnya diambil pada tahun 2019, ketika seluruh wilayah di Orchard Road ditetapkan sebagai Zona Larangan Merokok. Setahun kemudian, tingkat merokok turun menjadi 10,1 persen dari 10,6 persen.
Kemudian, pada tahun 2022, merokok tidak lagi diizinkan di taman publik dan pantai rekreasi.
Sejalan dengan pemerintah yang memperketat larangan ini, titik merokok yang ditentukan disiapkan agar perokok dapat merokok secara legal di luar ruangan.
Misalnya, pada tahun 2017, Nee Soon South membangun 50 titik merokok terbuka, dilengkapi dengan bangku miring dan atap seng, di sekitar lingkungan. Di Holland-Bukit Timah GRC, terdapat dua bilik merokok yang dingin dan dewan kota berencana menambah tiga lagi.
Titik merokok ini sangat populer di kalangan non-perokok, yang terlindungi dari asap rokok.
Namun, perokok tidak begitu menyukai titik dan kabin yang ditentukan ini, karena cenderung pengap dan tidak nyaman.
INTISARI
MASIH ada ruang untuk perbaikan dalam tingkat prevalensi merokok di Singapura. Secara global, “bangsa bebas asap” didefinisikan sebagai negara di mana kurang dari 5 persen penduduknya merokok setiap hari.
Dengan angka 8,8 persen, Singapura mendekati standar tersebut, tetapi masih bisa lebih baik, menurut para ahli kesehatan.
Dr. Yvette van der Eijk, asisten profesor di Universitas Nasional Singapura yang mengkhususkan diri dalam pengendalian tembakau dan penelitian kesehatan mental, menyatakan jika Singapura ingin bebas merokok dalam lima tahun ke depan, harus ada langkah-langkah lebih agresif, seperti mengurangi kandungan nikotin dalam rokok.
“Jika Singapura ingin memberantas merokok dalam sepuluh tahun ke depan, bisa melarang tambahan rasa seperti mentol dan buah dalam rokok serta menerapkan pajak yang lebih agresif terkait inflasi tahunan,” tambah Dr. van der Eijk di Today Online.
Dia juga menambahkan bahwa perokok sosial cenderung merokok saat berkumpul dengan teman, jadi larangan di tempat makanan dan minuman bisa memutuskan hubungan antara minum dan merokok.
“Dengan semakin populernya vaping, menurutnya penting juga bagi pemerintah setempat untuk meningkatkan penegakan terhadap vaping dan menghentikan masuknya vape ke Singapura,” kata Sean Ang, spesialis penghentian merokok di Success Alliance Enrichment Singapura.
(ham/Today online)