PEMERINTAH menolak tegas tuntutan referendum yang disuarakan sejumlah massa di Papua dan Papua Barat selama aksi kerusuhan yang berlangsung dalam beberapa hari terakhir.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Wiranto menyatakan pemerintah siap membuka ruang dialog dengan masyarakat Papua dan Papua Barat, selama dua persyaratan dipenuhi.
Pertama, kerusuhan serta perusakan disudahi. Kedua, tidak membawa narasi referendum dalam dialog.
“Kesepakatan kita tidak bicara referendum! Tidak bicara kemerdekaan!” kata Wiranto dalam keterangan pers usai rapat terbatas dengan Presiden Joko “Jokowi” Widodo di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/8/2019) malam.
Bagi Wiranto, keberadaan Papua dan Papua Barat di Indonesia adalah sah dan telah diperkuat oleh keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 1969. Sehingga tuntutan melepaskan diri otomatis tidak bisa diterima.
Lagi pula dirinya yakin, tuntutan referendum tak datang dari kebanyakan warga Papua dan Papua Barat, melainkan oknum yang sengaja menunggangi peristiwa ini.
Maka dari itu, Wiranto—turut ditemani Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian—meminta oknum provokator untuk menghentikan aksinya.
“Kita tahu siapa yang akan dapat keuntungan dari kerusuhan dan kita peringatkan, siapa pun dia, hentikan itu,” tutur Wiranto tanpa menyebut detail siapa oknum yang dimaksudnya.
Wiranto memastikan bahwa aparat tidak akan bertindak represif dalam menangani kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Hanya sayang, ketika diminta penjelasan terkait kesimpangsiuran jumlah korban meninggal dunia dari kubu masyarakat sipil, mantan Panglima ABRI ini langsung menolak membahasnya.
“Ya terserah kita lah mau umumkan atau tidak. Kalau diumumkan perlu diumumkan, kalau tidak, tidak,” katanya singkat.
Sementara itu, sampai saat ini Presiden Joko “Jokowi” Widodo belum mengungkap narasi baru terkait sikap dan responsnya atas situasi di Papua.
Lagi, Jokowi meminta masyarakat Papua dan Papua Barat untuk tidak terprovokasi serta bersama-sama menjaga ketertiban. “Saya percaya bahwa warga Papua cinta damai,” tukasnya.
Maka dari itu, Wiranto—turut ditemani Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian—meminta oknum provokator untuk menghentikan aksinya.
“Kita tahu siapa yang akan dapat keuntungan dari kerusuhan dan kita peringatkan, siapa pun dia, hentikan itu,” tutur Wiranto tanpa menyebut detail siapa oknum yang dimaksudnya.
Wiranto memastikan bahwa aparat tidak akan bertindak represif dalam menangani kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Hanya sayang, ketika diminta penjelasan terkait kesimpangsiuran jumlah korban meninggal dunia dari kubu masyarakat sipil, mantan Panglima ABRI ini langsung menolak membahasnya.
“Ya terserah kita lah mau umumkan atau tidak. Kalau diumumkan perlu diumumkan, kalau tidak, tidak,” katanya singkat.
Sementara itu, sampai saat ini Presiden Joko “Jokowi” Widodo belum mengungkap narasi baru terkait sikap dan responsnya atas situasi di Papua.
Lagi, Jokowi meminta masyarakat Papua dan Papua Barat untuk tidak terprovokasi serta bersama-sama menjaga ketertiban. “Saya percaya bahwa warga Papua cinta damai,” tukasnya.
Lebih dari itu, Jokowi juga belum bisa memastikan kapan dirinya akan mengunjungi salah satu provinsi yang menjadi kantong suara terbesarnya saat Pemilihan Presiden (Pilpres) lalu.
Keinginan untuk mengunjungi Papua dan Papua Barat itu besar, klaim Wiranto mewakili Jokowi. Namun, waktunya belum tepat.
Merespons kerusuhan yang menjalar hingga Jayapura, Kamis (29/8/2019), Kepolisian RI menurunkan empat satuan setingkat kompi (SSK)—setara 400 personel—tambahan untuk membantu pengamanan di lokasi.
Penugasan serupa juga dilakukan TNI. Sebanyak dua SKK dari Batalyon 501 Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) diturunkan ke sana.
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih, Letnan Kolonel CPL Eko Daryanto, mengatakan turunnya dua SKK dari Batalyon 501 untuk mengantisipasi aksi demo dan kerusuhan susulan di Kota Jayapura.
Dalam kerusuhan kemarin, aparat keamanan menangkap setidaknya 30 orang peserta aksi demonstrasi. Mereka diduga sebagai provokator kerusuhan di wilayah Entrop, Distrik Jayapura Selatan.
Sampai saat ini, aparat kepolisian masih memintai keterangan terhadap 30 orang yang diduga ikut terlibat perusakan fasilitas umum di kawasan pusat perekonomian dan gudang bahan makanan di Kota Jayapura.
(*)