Berita
Penelitian USAID Prioritas : Siswa Bisa Baca Tapi Tak Mengerti Makna

PENELITIAN yang dilakukan terhadap 15.941 siswa sekolah Indonesia mengindikasikan mereka bisa membaca, tapi tidak mengerti makna yang dibaca.
Kondisi ini mengingatkan guru dan orang tua agar tidak langsung senang melihat siswa atau anaknya sudah bisa membaca. Harus diperiksa juga apakah anak-anak itu juga memahami maka bacaan yang dibaca.
Penilaian terhadap kondisi tersebut dilakukan oleh tim USAID Prioritas. Mereka menyebut banyak siswa yang lancar membaca, namun kurang memahami bacaannya.
Penilaian tim USAID Prioritas itu dilakukan kepada 15.941 anak kelas III SD.
Seluruhnya tersebar di tujuh provinsi yang menjadi pendampingan program USAID Prioritas selama kurun 2012-1015.
Ketujuh provinsi itu adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Aceh, dan Sumatera Utara. Kemudian Sulawesi Selatan dan Banten.

Ilustrasi anak sedang membaca
Hasil dari penilaian kemampuan membaca USAID Prioritas itu menyebutkan, hampir seluruh anak yang dinilai sudah lancar membaca. Namun banyak juga yang kurang memahami makna teks yang dibaca.
’’Pemahaman membaca siswa yang di-sample rata-rata masih di bawah 80 persen,’’ kata Koordinator Provinsi USAID Prioritas Jamaruddin dilansir JPNN kemarin.
Menurutnya hasil penilaian itu harus menjadi perhatian para guru, dinas pendidikan, dan pemerintah. Sebab kemampuan memahami bacaan akan mempengaruhi penyerapan materi selama pembelajaran.
Selama proses belajar, siswa akan kesulitan memahami dengan baik instruksi dalam bacaan. Dampak berikutnya prestasi siswa cenderung menurun.
Anak-anak yang mampu membaca tapi kurang dapat memahami isi bacaan, harus segera ditangani. Sebab mereka bisa menghadapi masalah ketika terus naik kelas. Di kelas selanjutnya instruksi-instruksi dari materi bacaan semakin banyak dan kompleks.
’’Jangan sampai mereka tertinggal belajar dari teman-temannya,’’ jelasnya.

Ilustrasi
Wakil Direktur Program USAID Prioritas Feiny Sentosa mengatakan guru perlu melakukan inovasi belajar membaca sejak kelas awal. Dengan begitu, saat anak-anak masuk kelas III sudah lancar membaca sekaligus memahami dengan baik isi bacaan.
’’Peningkatan kemampuan membaca bisa dengan cara EGRA (early grade reading assessment, red),’’ kata dia.
Feiny menjelaskan dengan EGRA, guru bisa meningkatkan kemampuan membaca siswa. Sebab di dalam EGRA terdapat sejumlah tugas yang cukup penting.
Yakni tugas untuk mengenal nama huruf, membaca kata-kata yang bermakna, dan membaca kata-kata yang tidak bermakna.
Selain itu siswa juga diajak membaca teks dengan lancar, menjawab pertanyaan teks untuk pemahaman, dan kemampuan menyimak.
Cara sederhana dalam menerapkan model pembelajaran EGRA itu adalah, dengan menjalankan kegiatan prediksi sebelum membaca dan merangkum bacaan setelahnya.
’’Prediksi bisa dilakukan banyak cara. Seperti menunjukkan gambar ilustrasi bacaan yang akan dibaca,’’ tuturnya.
Dia mendukung program 15 menit membaca yang digalakkan oleh pemerintah. Feiny berharap para guru tidak melepas kegiatan membaca sebelum kelas dimulai ini.
Guru tetap harus mendampingi supaya siswa benar-benar bisa membaca dan memahami isi bacaan. ***