KASUS senjata impor milik Brigade Mobil (Brimob), akhirnya diselesaikan melalui Rapat Koordinasi (Rakor) yang dihadiri oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizar Ryacudu, Wakil Menteri Luar Negeri A.M Fachir, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Kepala BIN Jenderal (Pol) Budi Gunawan, Dirjen Bea Cukai, dan Dirut PT Pindad, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (6/10) siang.
Menko Polhukam Wiranto dalam keterangan pers seusai rakor tersebut mengatakan, sebanyak 280 senjata jenis Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) Kal 40 x 46 milimeter yang masih tertahan di Bea dan Cukai Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, akan dikeluarkan dengan menggunakan rekomendasi dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Adapun amunisi tajamnya yang masuk dalam rangkaian senjata yang diimpor itu, menurut Wiranto, akan dititipkan ke Mabes TNI.
Ia menyebutkan, amunisi ada 3 macam ada asap, ada gas air mata, ada yang tajam. “Nah tajamnya ini nanti titip di Mabes TNI sehingga setiap jika dibutuhkan ada prosesnya,” kata Wiranto.
Penataan Regulasi
Menurut Menko Polhukam Wiranto, munculnya masalah terkait impor senjata yang dilakukan Mabes Polri itu karena adanya banyak regulasi yang mengatur tentang pengadaan sejata api yang telah diundangkan sejak tahun 1948 hingga sampai dengan tahun 2017.
Paling tidak ada, lanjut Wiranto, ada 4 UU (Undang-Undang), 1 Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang), 1 Inpres (Instruksi Presiden), 4 Peraturan Setingkat Menteri, dan 1 Surat Keputusan. Hal ini mengakibatkan perbedaan pendapat yang berkembang di institusi yang menggunakan senjata api.
“Segera akan dilakukan pengkajian dan penataan ulang tentang berbagai regulasi tersebut tentang pengaturan senjata api sampai dengan kebijakan tunggal, sehingga tidak membingungkan institusi yang memang menggunakan senjata api,” kata Menko Polhukam Wiranto.
Menko Polhukam berharap kepada institusi negara maupun masyarakat untuk memahami hal ini dan tidak lagi dikembangkan di ruang publik. “Hal-hal yang kurang jelas dapat ditanyakan kepada institusi terkait,” kata Menko Polhukam Wiranto.
(*)