IKATAN Perusahaan Industri Galangan Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Kepri mengaku masih mengalami kendala dalam berusaha. Sebabnya karena birokrasi perizinan yang rumit.
Saat mengunjungi pimpinan DPRD Batam, mereka menyampaikan keluhan tersebut. Menurut Wakil Ketua Iperindo Kepri, Rudi, seharusnya dengan kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja bisa memberikan harapan baru bagi pengusaha, namun kenyataannya malah membuat aturan turunan yang menyulitkan pengusaha.
“Setidaknya ada beberapa hal yang ingin kami sampaikan disini. Hal yang paling utama adalah terkait munculnya perizinan dalam berusaha. Kami ini sebenarnya sudah memiliki dan mengantongi izin-izin dalam berusaha, akan tetapi selalu saja ada masalah-masalah di lapangan yang sedikit banyak mempersulit kami dalam berusaha,” kata Rudi, Rabu pagi (22/2) di DPRD Batam.
Hal senada juga diungkapkan anggota Iperindo Kepri lainnya, Jaqueline Feryna. Ia menegaskan bahwa saat ini pengusaha galangan kapal harus mengurus beragam perizinan, mulai dari izin garis pantai, tersus serta sewa labuh.
Namun kini setelah adanya UU Cipta Kerja, pengusaha galangan kapal dibebani satu perizinan tambahan lainnya yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dimana pengusaha wajib melakukan pengurusan surat persetujuan pemanfaatan ruang laut, padahal pihaknya sudah memiliki surat perizinan dari Kementerian Perhubungan Laut di Jakarta.
“Rasanya terlampau banyak perizinan yang harus diurus. Namun, semua perizinan yang ada sudah dilakukan malah kini ada tambahan perizinan lainnya. Walhasil hal ini semua membuat kami melakukan kegiatan ulang lagi. Jika tidak diurus dalam waktu 6 bulan usaha kami akan ditutup,” tambah Halim, pengurus IPERINDO lainnya.
Selain itu, ada juga aturan dimana pengusaha galangan kapal dalam menggunakan bahan baku untuk sandblasting yang sudah diatur dan diwajibkan menggunakan bahwa copper slag.
Padahal copper slag adalah limbah industri peleburan tembaga, berbentuk butiran runcing dan sebagaian besar mengadung oksida besi dan silikat serta memiliki sifat kimia yang stabil dan sifat fisiknya hampir sama dengan pasir alami.
“Jadi kami ini bingung. Jika menggunakan itu malah memberikan dampak yang berbahaya, tapi jika tidak digunakan malah kami diproses. Jujur kami ini sampai bingung karena bahan baku ini. Jika bisa, kami ini diberikan lah aturan dan perizinan yang jelas dan tidak berubah-ubah,”tegasnya lagi.
Merespon hal tersebut, Ketua DPRD Batam, Nuryanto mengucapkan terima kasih atas kunjungan dan penyampaian keluhan para pengusaha ini. Dan baginya hal ini merupakan penghormatan bagi DPRD Batam yang notabene perpanjangan tangan dalam menyelesaikan masalah antara warga, pengusaha hingga investor dengan Pemerintah.
Mengingat, fungsi dari DPRD adalah memfasilitasi dan membantu mengurai permasalahan yang ada. Sehingga semua sumbatan-sumbatan tadi bisa dibantu diuraikan.
“Kami akan membantu untuk memfasilitasi dengan institusi terkait sehingga sumbatan yang ada bisa terbuka. Sehingga aktivitas berusaha pelaku usaha galangan kapal ini bisa terurai dan terselesaikan dengan Pemerintah Daerah,” tegas Politisi PDI Perjuangan ini.
Pria yang akrab disapa Cak Nur ini pun mengimbau agar pelaku usaha bisa ‘menggunakan’ dan ‘memanfaatkan’ wakil-wakilnya’ di DPRD sehingga bisa membantu menyelesaikan permasalahan yang ada.
“Jadi terima kasih atas penyampaian permasalahan dan sumbatan-sumbatan yang ada tadi. Dan kami akan bantu mengurai ke institusi terkait. Intinya, DPRD harus bisa menjadi penerangan dan kemudahan di tengah kesulitan warga, pengusaha dan investor,” terangnya (leo).