FENOMENA monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang kerap memasuki area permukiman warga di Batam dalam kurun waktu terakhir ini menjadi sorotan utama.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau baru-baru ini mengungkap penyebab di balik kejadian ini. Mereka menyoroti adanya perubahan fungsi lahan yang masif sebagai pemicu utama.
Melansir Merdeka.com, menurut Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Batam BBKSDA Riau, Tommy Steven Sinambela, invasi monyet ke permukiman adalah konsekuensi langsung dari alih fungsi lahan.
Satwa liar tersebut kehilangan habitat alaminya dan terpaksa mencari sumber makanan di dekat manusia. Kondisi ini menciptakan tantangan baru bagi warga setempat.
Kejadian ini tidak hanya sekali dua kali, melainkan sudah menjadi pola berulang di berbagai lokasi. Monyet-monyet ini terlihat berkeliaran di kompleks perumahan, bahkan sampai mengacak-acak tempat sampah.
Lantas, bagaimana upaya penanganan yang telah dilakukan dan apa yang bisa dilakukan masyarakat?
Penyebab Utama Invasi Monyet Ekor Panjang
BBKSDA Riau menegaskan bahwa perubahan fungsi lahan adalah faktor dominan di balik fenomena monyet masuk permukiman di Batam. Tommy Steven Sinambela menyatakan, Monyet masuk ke permukiman itu pasti karena perubahan fungsi lahan.
“Wilayah Batam, khususnya Nongsa, merupakan habitat alami bagi kera ekor panjang dan elang” jelas Tommy Steven belum lama ini.
Perluasan pembangunan yang masif menyebabkan banyak hutan ditebang. Akibatnya, satwa-satwa ini kehilangan tempat tinggal dan sumber makanan utama mereka.
Mereka kemudian bergeser mencari makan ke area yang lebih mudah dijangkau, yaitu permukiman warga.
Tommy juga menyoroti peran instansi terkait dalam penerbitan Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Ia mempertanyakan apakah saat pembangunan dilakukan kajian satwa liar yang melibatkan BBKSDA.
“Sesuai aturan, seharusnya ada kajian keanekaragaman hayati, termasuk satwa liar, ketika kawasan hutan diubah menjadi area pembangunan” tambahnya.
Menurut Tommy, BBKSDA Riau telah berkoordinasi dengan Polda Kepri terkait aktivitas monyet ini sejak awal tahun 2024.
“Kami pernah melakukan dua kali evakuasi monyet yang masuk permukiman di Polda Kepri itu, terakhir empat ekor monyet kami evakuasi dan kami lepas liarkan ke Kawasan Konservasi Muka Kuning.” ungkapnya.
Beberapa area di Batam kerap menjadi lokasi kemunculan kawanan monyet. Salah satunya adalah kompleks rumah dinas Polda Kepri di Kecamatan Nongsa, di mana segerombolan monyet berdatangan mencari makan.
Mereka bahkan masuk ke pekarangan pangan bergizi milik Ditreskrimum Polda Kepri yang sudah ditutup jaring, serta mengacak-acak tempat sampah.
Selain di sekitar Mapolda Kepri, kawasan permukiman lain yang sering dimasuki monyet adalah Batam Center, Batu Aji, dan Nongsa.
Sejak tahun 2022, BBKSDA telah menangani 15 kejadian interaksi negatif antara manusia dan monyet ekor panjang. Mayoritas insiden terjadi di permukiman yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan.
Strategi Hidup Berdampingan dengan Satwa Liar
Mengingat kondisi saat ini, BBKSDA Riau menyarankan prinsip hidup berdampingan dengan satwa liar. Hal ini melibatkan perhatian terhadap aspek keselamatan dan pencegahan.
Salah satu hal penting adalah tidak membiasakan memberi makan monyet, karena ini akan membuat mereka bergantung pada manusia dan semakin sering datang.
Menjaga kebersihan lingkungan juga krusial. Tumpukan sampah yang tidak tertutup rapat dapat memancing monyet datang untuk mencari sisa makanan.
“Tumpukan sampah itu memancing monyet ini untuk datang. Kalau di dekat rumah ada pohon buah, ya tentu jadi incaran. Intinya bagaimana hidup berdampingan saja.” tambah Tommy.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini, diharapkan interaksi negatif antara manusia dan monyet dapat diminimalisir. Edukasi kepada masyarakat mengenai perilaku satwa liar dan cara penanganannya menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang harmonis bagi semua.
(*/Merdeka.com)