JOHOR City Square, Selasa (18/3,/2025) siang, seperti Little Singapore saja. Mall yang juga terhubung dengan Malaysia imigrasi checkpoint itu riuhnya minta ampun. Riuh oleh warga Singapura.
Oleh: Sultan Yohana
Toko-toko pakaian penuh. Kursi-kursi restoran penuh. Lalu-Lalang orang tak putus, sebagian besar sambil menggeret kopor. Siang itu, sepertinya, orang-orang Singapura itu bersiap menghabiskan uang untuk belanja di Johor.
Saya sangat sering ke Malaysia, terutama ke Johor. Tapi, sebelum-sebelumnya, tak pernah mendapati orang Singapura seramai ini memadati Johor.
Memang, dengan kurs dolar Singapura terhadap ringgit Malaysia yang bagus, orang Singapura seperti sangat leluasa berbelanja apa saja keinginan mereka di Johor. Di tempat tinggal saya di Ang Mo Kio, Singapura, nyaris saban hari saya menyaksikan antrian panjang di tempat penukaran uang. Orang-orang lansia, ibu-ibu rumahtangga, remaja-remaja tanggung, pemuda-pemuda usia pekerja; saya dapati sedang antri menukar dolar mereka ke ringgit Malaysia.
Siang itu, meski hari Selasa, Johor seperti kampungnya orang Singapura. Di mana-mana mudah saya temukan orang Singapura. Di hotel tempat kami menginap, kebanyakan orang Singapura. Di kedai-kedai makan yang kami kunjungi, saya tak susah menemukan orang Singapura. Pendek kata, ke Johor, saya seperti masih berada di Singapura saja.
Sepengamatan saya, ada beberapa faktor penentu yang membuat orang Singapura kini lebih suka menghabiskan uang di Johor. Pertama, tentu saja kurs uang yang berpihak ke dolar Singapura. Ekonomi Singapura yang baik dan stabil, serta politikusnya yang jujur dan mengutamakan kepentingan rakyat, telah membuat kurs uang mereka menguat dibanding nilai uang-uang dari negara tetangga mereka.

Kedua, tentu saja kemudahan ke Johor. Hari Minggu lalu, bersama istri, sebelumnya kami berencana nyante ke Batam. Tapi, setelah kami berpikir soal ribetnya pergi ke Batam, terutama perihal tiket ferry yang masih di angka 56 dolar (tiket kapal ferry Sindo), kami memilih memutuskan pergi ke Johor saja. Saya bilang ke istri, biaya tiket ferry untuk dua orang, bisa dialihkan ke hotel yang bagus di Johor. Dan dia setuju.
Sementara ke Johor hanya butuh 2 dolar saja. Naik bus. Kapan saja dan bisa lewat mana saja di banyak titik lokasi Singapura. Simple, mudah, tanpa ribet. Orang Singapura yang punya kendaraan bermotor, mobil atau motor, juga bisa membawa kendaraan mereka menyebrang ke Johor.
Dan ini, mungkin menjadi kabar buruk bagi ekonomi Batam. Kini sedang dibangun jalur MRT langsung dari Singapura ke Johor. Rencananya, akhir tahun 2026, jalur MRT itu sudah bisa dipergunakan. Jika MRT itu sudah beroperasi, mungkin Batam akan semakin dilupakan orang Singapura
Apa yang saya rasakan (ribet dan mahalnya ke Batam), pasti juga dipikirkan banyak orang Singapura lainnya. Hingga kemudian, mereka lebih memilih Johor untuk belanja, berakhir pekan, atau sekedar jalan-jalan cuci mata.
Di masa keemasannya Batam dulu, sebagian ekonomi Batam terputar oleh banyaknya turis Singapura yang datang menghabiskan uang di Batam. Mal-mal meriah dan penuh. Hotel-hotel penuh. Tempat-tempat makan untung besar. Para pengojek sumringah karena sering mengantar orang Singapura (dulu, sebelum era SBY, ada kawan jurnalis yang saat malam nyambi ngojek, dan hasil ngojek lebih banyak ketimbang gajinya sebagai wartawannya).
Ekonomi Batam era sebelum SBY yang bagus, benar-benar dirasakan semua lapisan masyarakat Batam. Dari pemilik hotel hingga pengojek pinggir jalan. Alhasil, ketika itu, kejahatan di Batam minim sekali. Era di mana, bahkan polisi, enggan menilang pelanggar kendaraan bermotor yang lewat di depan matanya. Hehe.
Kini, mal-mal di Batam sepi. Hotel-hotel sepi. Taksi-taksi dan pengojek mengeluh sepi penumpang. Restoran-restoran minim orderan.
Mau tak mau, suka tak suka; ekonomi masyarakat Singapura yang baik, adalah potensi besar bagi negara-negara tetangga untuk merengkuh untung. Tak perlu iri dengan kemajuan Singapura! Sebaliknya, justru manfaatkan peluang itu untuk meraih untung sebesar-besarnya. Dan Johor, seperti TAHU BETUL bagaimana memanfaatkan PELUANG itu.
Berangsur-angsur, namun pasti, Johor terus memperbaiki layanan mereka. Terutama yang berkaitan dengan hubungan/lalu-lintas masyarakat kedua negara. Imigrasi dibuat kian mudah dan menyenangkan. Sarana lalu-lintas diperbanyak. Puncaknya, keberhasilan Johor, tentu saja ketika mereka bisa memastikan pihak Singapura untuk membuka jalur MRT langsung Singapura-Johor. Jalur itu, saya yakin, akan kian memberi dampak ekonomi yang luar biasa bagi kedua belah pihak.
Johor akan mendapat limpahan pengunjung Singapura yang dengan daya beli mereka yang kuat, akan memutar ekonomi mereka. Jalur MR itu juga mempermudah sekitar 300 ribu pekerja Johor yang tiap hari bola-balik Johor-Singapura untuk bekerja. Mendatangkan devisa bagi Johor dari sektor tenaga kerja.

Di sisi lain, Singapura yang angka ageing population-nya kian mengkhawatirkan, hampir satu dari lima (19.9 persen) WN Singapura berusia di atas 65 tahun, bisa “bernafas” lebih lapang dengan kemungkinan datangnya banyak pekerja usia muda dari Malaysia. Ini bisa kembali memutar ekonomi Singapura yang memang kekurangan pekerja di sektor pekerjaan “kerah biru”. Malaysia, terutama Johor, MENYAMBAR peluang itu dengan meyakinkan pemerintah Singapura, untuk terus meningkatkan kuota tenaga kerja asal Malaysia.
Alasan ketiga, sepengamatan saya, kenapa banyak orang Singapura memilih pelesir dan belanja ke Johor? Karena kualitas barang-barang di Johor, tak jauh berbeda dengan di Singapura. Merek dan kualitas pakaian misalnya, nyaris sama, namun dengan harga yang lebih murah. Dengan hanya dua dolar ongkos nyebrang, serta sekitar setengah jam waktu yang dibutuhkan untuk menyebrang (jika naik kendaraan umum), sungguh “worth it” bagi orang Singapura untuk tiap pekan belanja ke Johor.
Jika di masa awalnya Batam dibangun untuk menyaingi Singapura, lupakan itu! Yang harus dilakukan kini adalah, bagaimana bersaing dengan Johor untuk bisa mendulang untung dari kemajuan Singapura. Jika tidak juga mau berbenah, Batam mungkin hanya akan didatangi apek-apek tua yang punya simpanan bini muda di Batam, yang cuma membawa penyakit dan uang ala kadarnya!
(*)
Penulis/ Vlogger : Sultan Yohana, Citizen Indonesia berdomisili di Singapura. Menulis di berbagai platform, mengelola blog www.sultanyohana.id