BADAN Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Batam, Kepulauan Riau, mengungkapkan potensi zakat di wilayah tersebut mencapai Rp200 miliar per tahun, dengan kontribusi utama berasal dari sektor perusahaan. Ketua Baznas Kota Batam, Muhith, menjelaskan bahwa jika seluruh perusahaan yang beroperasi di Batam memenuhi kewajiban zakat mereka, total potensi zakat yang bisa terkumpul sangat signifikan.
“Kalau potensi yang ada di Batam itu kalau seluruh perusahaan bayar zakat, itu bisa sampai Rp200 miliar,” ungkap Muhith saat dihubungi pada hari Jumat.
Namun, hingga saat ini, Baznas bersama Lembaga Amil Zakat (LAZ) Kota Batam baru berhasil mengumpulkan zakat sebesar Rp50 miliar. Dari jumlah tersebut, 80 persen berasal dari zakat pegawai negeri sipil (PNS), sedangkan 20 persen lainnya merupakan kontribusi dari individu dan perusahaan.
Muhith menilai, salah satu alasan rendahnya penerimaan zakat dari perusahaan adalah kurangnya kesadaran di kalangan pengusaha, ditambah tidak semua perusahaan dipimpin oleh Muslim. Belum adanya regulasi dari pemerintah kota juga menjadi faktor penghambat dalam memaksimalkan potensi zakat.
Baznas Kota Batam berupaya meningkatkan kesadaran perusahaan terhadap zakat dengan menawarkan program-program sosial kemasyarakatan. Program-program ini diharapkan bisa menjadi sarana bagi perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab sosial mereka melalui saluran zakat. Sejumlah perusahaan, termasuk rumah sakit dan industri, sudah menjalin kerjasama dengan Baznas dalam menyalurkan zakat pendapatan, dengan nilai kontribusi mencapai puluhan hingga Rp100 juta.
Beberapa program yang dijalankan Baznas antara lain program peduli bencana, modal usaha bagi UMKM, pendidikan untuk anak-anak kurang mampu, dan pembangunan sumur untuk masyarakat.
Meskipun begitu, Muhith mencatat bahwa perusahaan-perusahaan yang secara rutin menyumbangkan zakat ke Baznas masih terbatas, dan kesadaran untuk menyalurkan zakat belum merata di semua perusahaan.
Untuk meningkatkan kontribusi zakat dari perusahaan, Baznas Kota Batam telah mengajukan peraturan daerah yang mengatur kewajiban zakat. Usulan ini kini tengah diproses dalam program legislasi daerah (prolekda) DPRD Kota Batam. Muhith optimis bahwa dengan adanya peraturan daerah, perusahaan akan lebih terdorong untuk menyalurkan zakat mereka.
Sebagai perbandingan, Muhith mencatat keberhasilan Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, dalam pengelolaan zakat, di mana pemerintah daerah telah mengatur kewajiban zakat sebesar 2,5 persen bagi pemenang tender. Ia menekankan pentingnya dukungan regulasi dalam mengoptimalkan potensi zakat di daerah, meskipun jumlah penduduknya tidak sebesar daerah lain.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga menyoroti potensi zakat yang besar di Indonesia, mengingat negara ini memiliki populasi Muslim terbesar di dunia. Namun, potensi tersebut sering kali tidak disadari dan dianggap remeh, sehingga perlu dioptimalkan, terutama di tingkat pemerintah daerah.
(sus/antara)