PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menanggapi kritikan publik terkait keputusannya untuk memiliki banyak menteri dan wakil menteri di kabinetnya, terbesar dibanding kabinet-kabinet para pendahulunya.
DALAM Sidang Kabinet Paripurna perdana di kantor Presiden, Jakarta, Rabu (23/10) mengatakan, Indonesia merupakan negara yang besar sehingga membutuhkan sebuah tim yang juga besar untuk mengelolanya.
“Jumlah (menteri) ini saya sadari memang bisa dianggap tergolong besar tetapi bangsa kita bangsa yang besar. Kita tidak dapat pungkiri, kita negara ke-4 terbesar di dunia dari jumlah penduduk. Dari luas wilayah, kita luasnya sama dengan Eropa Barat. Di mana Eropa itu terdiri dari 27 negara, kita satu negara. Mengelola Eropa itu membutuhkan 27 Menkeu, 27 menteri pertahanan. 27 mendagri, kita seluas Eropa,” ungkap Prabowo.
Mantan danjen Kopassus ini mengatakan, jumlah menteri yang banyak ini bukanlah permasalahan, karena yang penting adalah efisiensi kinerja jajarannya.
“Jadi saudara-saudara ini tidak masalah, yang penting kita bekerja dengan efisien, yang penting kita tidak bekerja dengan seenaknya. Saya minta menkeu, semua menko. Semua menteri telusuri lagi alokasi APBN. Pelajari lagi DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggara, red) , pelajari lagi, saya minta detail, kegiatan-kegiatan yang terlalu seremonial, terlalu banyak seminar, terlalu banyak sarasehan, terlalu banyak konferensi, terlalu banyak perjalanan luar negeri mohon dikurangi,” jelasnya.
Pemerintah, kata Prabowo, harus memberi contoh yang baik kepada rakyat. Selain itu, katanya, fokus pemerintahannya adalah pembangunan ekonomi kesejahteraan ke dalam. “Jangan mengada-ngada studi banding belajar pramuka ke negara lain. Saya minta efisien,” tambahnya.
Dalam kesempatan ini, Prabowo juga mengungkap alasan membentuk badan-badan baru yang menurutnya bisa memperkuat kinerja dari kementerian teknis yang sudah ada. Apalagi, suka atau tidak suka, katanya, birokrasi pemerintahan Indonesia dikenal sangat rumit.
“İni saya minta menteri-menteri sekarang mari kita lebih berani, mari kita lebih tidak ragu-ragu untuk memberi pelayanan yang terbaik kepada rakyat kita. Jangan ragu-ragu, kalau saudara tidak puas dengan pejabat-pejabat di bawah Anda laporkan segera, kita ganti. Begitu banyak orang yang mau mengabdi. Tidak ada orang di sini yang kebal, yang tidak patuh, tidak bekerja keras untuk bangsa, negara dan rakyat. Saudara saya beri wewenang, copot segera. Suruh tinggal di rumah saja daripada bikin susah kita,” tegasnya.
Politik Akomodasi
PENGAMAT politik dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menilai sebuah negara yang besar tidaklah harus memiliki jumlah menteri yang banyak. Ia mengatakan, negara-negara besar seperti China dan Amerika Serikat juga tidak memiliki banyak menteri.
Menurutnya, apa yang dilakukan Prabowo adalah suatu bentuk politik akomodasi. Prabowo, menurut Lili, harus melakukannya agar tidak menemui hambatan dalam menjalankan roda pemerintahan dan stabilitas pemerintahan bisa terjaga dengan baik
“Di balik pernyataan itu yang saya tangkap perlu ada akomodasi politik. Politik akomodasi memang bagian dari strategi ketika banyak kelompok atau golongan yang tidak homogen, karena Indonesia kan tidak homogen, kalau Amerika homogen, China homogen, Indonesia kan tidak karena banyak aliran, suku-suku, etnis yang memang perlu diakomodasi dan juga banyak parpol. Pak Prabowo ingin ada stabilitas pemerintahan, tidak ingin diganggu oleh banyak kekuatan politik di parlemen sehingga kemudian mereka mengakomodasi,” ungkap Lili.
Meskipun banyak yang meragukan kinerja kabinet gemuk ini kata Lili, masyarakat sebaiknya menunggu.
“Ya kita coba saja kita lihat apakah dengan pemecahan nomenklatur beberapa kementerian itu, betul akan lebih fokus atau tidak? Saya harap memang itu lebih fokus sesuai dengan dijanjikan oleh Prabowo. Beliau selama ini orang yang tegas, ketika menteri-menterinya itu tidak melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, jangan segan-segan reshuffle. Karena kan sudah menyedot anggaran dengan jumlah menteri yang banyak itu,” katanya.
Sementara itu, ekonom Indef Nailul Huda mengatakan Prabowo dihadapkan pada tantangan fiskal APBN yang ketat karena adanya nomenklatur kementerian baru dan pembentukan badan atau lembaga baru. Kementerian baru dan badan atau Lembaga baru secara otomatis akan melahirkan banyak program yang membutuhkan dana.
“Yang patut diawasi bukan penggunaan anggaran untuk menterinya, kalau untuk menteri saya rasa sesuai dengan aturan pasti sudah diatur dan jumlahnya tidak terlalu banyak, tapi yang jelas programnya akan semakin banyak dan membutuhkan uang yang tidak sedikit. Yang pasti Prabowo akan dihadapkan pada keterbatasan anggaran. Kita memang masih menghadapi penerimaan negara yang tidak cukup optimal, penerimaan dari sisi pajak belum cukup bagus. Ini yang menyebabkan adanya keterbatasan anggaran, dan di sisi lain Prabowo juga punya program prestisius,” ungkap Nailul.
Mempertimbangkan kemungkinan itu, Nailul memprediksi akan ada program-program lain yang ditunda seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Menurutnya program Makan Bergizi Gratis (MBG) pasti akan menjadi prioritas dalam pemerintahannya kali ini.
Nailul juga memprediksi bahwa utang pemerintah di era Prabowo-Gibran pasti akan bertambah. Apalagi, tim dari Prabowo sebelumnya pernah berujar akan berhutang setidaknya 50 persen dari PDB untuk membiayai pembangunan.
“Defisit anggaran kita di 2025 itu sekitar 2,5 persen dari PDB artinya ketika defisit akan ada pembiayaan, nah utang pasti akan bertambah. Pun dengan pernyataan dari Prabowo ataupun timnya Prabowo, mereka juga bilang akan melakukan utang untuk membiayai pembangunan atau program mereka. Hashim (adik Prabowo, red) pernah bilang kalau akan utang sampai 50 persen dari PDB, yang sekarang ini angkanya ada di 40-an persen. Artinya peluang untuk menambah utang sangat besar, dan saya rasa ini yang jadi masalah ketika utang ini tidak dikelola dengan baik,” pungkasnya.
[gi/ab]