GENERAL Manager (GM) Pengelolaan Lingkungan Badan Pengusahaan (BP) Batam, Iyus Rusmana mengungkapkan bahwa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan langkah untuk meminimalisir air limbah yang mencemari lingkungan.
Air limbah rumah tangga maupun industri mengandung berbagai jenis zat limbah diantaranya limbah dari tubuh manusia, sisa makanan, minyak, sabun hingga bahan kimia.
“Di rumah, air limbah juga termasuk air dari wastafel, pancuran, bak mandi, toilet, mesin cuci dan sebagainya. Dunia industri juga menyumbang sebagian besar air bekas yang perlu dibersihkan,” katanya Senin (26/12) di Seoul, Korea.
IPAL merupakan proses yang digunakan untuk menghilangkan kontaminan dari air limbah dan mengubahnya menjadi zat atau bahan yang dapat dimanfaatkan kembali ke dalam siklus air. IPAL menciptakan dampak positif bagi lingkungan dan digunakan kembali untuk berbagai keperluan.
Sebelumnya, BP Batam telah melakukan pertemuan sekaligus penandatanganan Memorandum of Meeting (MoM) pada 22 Desember lalu dengan Economic Development Cooperation Fund (EDCF) The Export-Import Bank of Korea selaku pemberi pinjaman; Sunjin Engineering & Architecture Co, Ltd selaku engineer ; dan Hansol Paper Co, Ltd selaku kontraktor proyek di Kantor EDCF, Yeongdeungpo-gu, Seoul, Korea.
MoM menyatakan komitmen semua pihak untuk kembali memulai proyek pengerjaan IPAL di Batam. IPAL ditargetkan akan selesai pada akhir 2024.
Delegasi BP Batam kemudian melakukan kunjungan ke salah satu WWTP Underground (bawah tanah) bernama Clean Water Management Office (Water Quality Restoration Centre) di Seongnam City Hall, 283 Sampyeong-dong, Bundang-gu, Seongnamsi, Gyeonggi-do, Korea.
“Setelah survey dan pelajari bersama, IPAL domestik ini berkapasitas besar yakni 47.000 m3/hari, lebih dari dua kali lipat dari IPAL domestik punya kita yang 20.000 m3/hari,” ungkapnya.
“Teknologinya sama yakni memanfaatkan bakteri pengurai. Namun, ada satu yang menarik adalah konsepnya. IPAL ini meminimalisir ruang bangunan di bawah, dan di atasnya gedung kantor dan ruangan monitoring dan control panel serta gedung lainnya. Ini bagus dan efisien, tapi membutuhkan biaya lebih besar. Serta kelemahannya adalah bau tinja yang menyengat karena udara terjebak dalam ruangan meskipun ada exhaust,” ucapnya.
Menurutnya, bagi negara maju pengembangan IPAL sudah tak asing lagi. Masyarakat urban di negara maju juga telah beradaptasi dengan teknologi ini, dan tertib terhadap pengelompokkan limbah atau sampah.
“Kita bisa mencontoh mereka, tentu butuh dukungan masyarakat dari semua baik pemerintah maupun masyarakat, agar apa yang telah diupayakan dapat membawa manfaat ke depan. Harus ada yang memulai dan BP Batam sejak 1995 sudah membangun dan terus mengembangkannya,” katanya lagi.
Seorang perwakilan dari Water Quality Restoration Center di Seongnam City Hall mengatakan WWTP ini dibangun sejak 1978 dengan mengusung tema bawah tanah. Dengan memanfaatkan luas bangunan, WWTP dibangun di bawah tanah, sementara operasional dan administrasi berada di lantai dasar.
Dengan jumlah pekerja hanya 17 orang, IPAL ini beroperasi setiap hari dengan mengolah 47 ribu ton limbah rumah tangga. Air baku hasil pengolahan kemudian dialirkan kembali ke sungai yang berada di tengah kota Seoul.
“SDM kami sedikit, tapi multitasking. Skill SDM harus disiapkan dengan baik,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa semua negara harus segera memulai proyek seperti ini. Fasilitas ini sangat penting untuk menjaga kesehatan masyarakat dan fasilitas lingkungan.
“Di negara atau kota manapun harus investasi ini, untuk jaga kesehatan masyarakat. Memang biaya besar, tapi manfaatnya juga sangat besar termasuk investasi jangka panjang,” tegasnya.
Kunjungan kemudian dilanjutkan dengan melihat sungai buatan di tengah Kota Seoul bernama Kali Cheonggye atau Cheonggyecheon, tempat dimana hasil recycle water dialirkan dan berada di tengah kota (leo).