ESKALASI polemik Proyek Eco-City di Pulau Rempang akhirnya mencapai klimaksnya, ketika aparat gabungan melakukan tindakan represif terhadap warga Rempang yang membarikade Jembatan IV Barelang, Batam, Kamis (7/9/2023).
Warga membarikade jembatan karena untuk menghalangi pematokan lahan di wilayah tersebut. Seperti yang diketahui, Badan Pengusahaan (BP) Batam selaku pemilik Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Pulau Rempang berupaya mematok lahan untuk pengembangan Proyek Eco-City di pulau tersebut.
Dalam beberapa minggu terakhir ini, warga memang bertahan di jembatan tersebut untuk menghalangi siapa saja yang datang dengan tujuan memetakan lahan.
Seperti yang diketahui, proyek pengembangan Rempang Eco-City telah menjadi Program Strategis Nasional (PSN), yang akan mengintegrasikan kawasan industri, pariwisata, energi baru dan terbarukan (EBT) dan lainnya.
Investasi pertama yang akan masuk yakni pembangunan pabrik kaca milik Xinyi Group dari China, dengan nilai investasi Rp 11,5 triliun. Karena investasi bernilai besar tersebut, maka warga Rempang yang telah puluhan tahun bermukim di pulau tersebut harus direlokasi ke Sijantung di Pulau Galang dalam waktu dekat ini.
Sebelumnya, negosiasi antara warga dan BP Batam masih buntu. Warga Rempang enggan direlokasi dan meminta agar sejumlah kampung adat atau kampung tua jangan sampai digusur. Sedangkan BP Batam berupaya membujuk warga agar mau pindah ke Sijantung, dimana BP akan membangun rumah tipe 45 dan memberikan lahan ratusan meter, yang dilengkapi berbagai macam fasilitas publik.
Puncak dari perselisihan tersebut yakni bentrokan yang terjadi hari ini.
Aparat memaksa untuk menerobos masuk barikade warga di jembatan tersebut. Warga melempari aparat dengan batu, yang kemudian dibalas oleh aparat dengan menggunakan water cannon, gas air mata, dan menerobos paksa dengan kendaraan taktis dan anti huru hara.
Akibatnya, sejumlah warga mengalami luka parah, dan ada yang ditangkap oleh aparat.
(leo/ahm)