- Nama : Raja Ja’far Ibn Raja Haji Fisabilillah
- Nama lain: Raja Jaafar Alauddin Shah ibni al-Marhum Raja Haji
- Lahir : Diperkirakan pada tahun 1783
- Wafat: Lingga ,- Kepulauan Riau, 18 Desember 1831 (usia 57 – 58 Tahun)
- Jabatan: Yang Dipertuan Muda Riau VI (Riouw) 1806 – 1831
- Ayah/Ibu: Raja Haji Fisabilillah (YDM Riouw IV)/ Raja Fatimah (Tengku Raja Perak binti Daeng Kamboja)
- Isteri: Khadijah Abdullah; Putri Sultan Baharuddin Alam -Indragiri dan Raja “Lebar” Saleha Raja Ali
- Saudara kandung: Raja Hamidah (Engku Puteri); YM Raja Siti Raja Haji dan Raja Kassim Bin Raja Haji
- Saudara sepihak: Raja Salmah Binti Raja Haji; Raja Buntit bt Raja Haji; Raja Tengah binti Raja Haji; (Tanpa Nama); Raja Haji Ahmad (Engku Haji Tua) Bin Raja Haji Fisabilillah dan 6 lainnya
- Anak: Raja Muhammad ibni YDP Muda Raja Jaafar; [Y.M.] Raja Fatima binti [alMarhum] Sultan Ja’afar ‘Ala ud-din Shah; Raja Nur Ydp Muda Raja Jaafar; Raja Hamidah Ydp Muda Raja Jaafar; Raja Kassim ibn [YDP Muda] Raja Jaafar dan 23 lainnya
RAJA Ja’far diangkat sebagai Yang Dipertuan Muda ke-6 Kerajaan Riau-Lingga, menggantikan Raja Ali Marhum Pulau Bayan yang meninggal dunia pada tahun 1806. Sebagai anak dari Raja Haji Fisabilillah, posisi Raja Ja’far sebagai Yang Dipertuan Muda (YDPM) memiliki makna penting dalam struktur pemerintahan Melayu pada masa itu.
YDPM adalah jabatan tertinggi kedua setelah sultan, berfungsi sebagai wakil sultan dan memiliki kekuasaan signifikan, termasuk dalam hal kebijakan strategis dan urusan luar negeri.

Pentingnya posisi YDPM terlihat dari perubahan yang terjadi dalam pemerintahan. Sebelumnya, jabatan ini setara dengan Bendahara, tetapi dengan pengangkatannya, peran YDPM mulai mendominasi. Pengaruh orang-orang Bugis dalam struktur pemerintahan juga mulai menggeser peranan Sultan, yang mengakibatkan perubahan dalam kekuasaan dan struktur pemerintahan Kerajaan Johor, hingga akhirnya berkembang menjadi Kerajaan Riau-Lingga.
Selama masa pemerintahannya, Raja Ja’far berkuasa di bawah dua sultan, yaitu Sultan Mahmud Syah III dan Sultan Abdurrahman, yang merupakan anak dari Sultan Mahmud Syah III. Ia juga terlibat dalam konflik antara Belanda dan Inggris yang memperebutkan wilayah kesultanan yang saat itu melingkupi wilayah Riau, Lingga, Johor dan Pahang hingga akhirnya terbagi dua.
Sebelum menjadi YDPM, Raja Ja’far dikenal sebagai pengusaha penambangan timah di Kelang, Selangor. Ia melakukan penataan Pulau Penyengat dan memindahkan pusat pemerintahan dari Pulau Bayan ke Pulau Penyengat.
Raja Ja’far meninggal pada Agustus 1831 saat sedang melakukan kunjungan ke ibukota kerajaan di Daik Lingga dan menemui Sultan Riau Lingga saat itu, Sultan Abdurrahman. Ia dimakamkan di sana.
Kompleks makam Raja Ja’far, yang memiliki desain unik dan luas, dikelilingi tembok tinggi dengan dua kolam. Bangunan utama kompleks ini berbentuk persegi panjang dengan kubah dan mihrab, yang konon dulunya merupakan mushala tempat Raja Jakfar beribadah.
Selain makamnya, terdapat juga makam permaisuri dan Raja Ali, YDPM ke-8 yang merupakan anaknya.
(ham)
Sumber :
- Malay Peninsula - PJ. Begbie, 1834
- Beschrijving van een gedeelte der residentie Riouw - Elisa Netscher, 1854
- Silsilah Bangsawan Riouw Lingga, PJ. Begbie 1834