Sebaiknya Tahu
Ramai Tes Antigen Mandiri, Pikirkan Sebelum Ikutan Membeli

BELAKANGAN ramai masyarakat membeli alat tes antigen Covid-19 untuk melakukan tes mandiri. Tak bisa dipungkiri, memang lebih ekonomis dibanding tes di laboratorium. Tetapi pikirkan dulu beberapa hal sebelum ikut-ikutan beli di lapak online.
Untuk gambaran, harga alat tes antigen di beberapa lapak online berkisar antara belasan ribu rupiah hingga duapuluh ribu rupiah. Untuk satu paket yang isinya bisa digunakan 25 kali tes, harganya kurang dari Rp 500 ribu.
“Kalau di klinik kan butuh effort, terus mahal. Kalau di klinik kemarin harganya Rp 84 ribu dan Rp 94 ribu,” kata Risa (22), yang membeli alat tes antigen dan menggunakannya sendiri dengan alasan lebih hemat.
Meski demikian, para pakar tidak menganjurkan untuk sembarangan beli dan pakai sendiri alat tes antigen. Meski tidak tegas melarang, dokter patologi klinik Universitas Sebelas Maret, dr Tonang Dwi Ardyanto, SpPK, PhD, FISQua mengingatkan perlunya kehati-hatian.
“Ada standar cara penggunaan dan pelaksanaannya. Jadi tidak sembarang,” katanya.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum ikut-ikutan membeli alat tes sendiri adalah sebagai berikut.
- Aturan belum memperbolehkan
Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No 446 tahun 2021 Tentang Penggunaan Rapid Diagnostic Test Antigen dalam Pemeriksaan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) menyebut pengambilan dan pemeriksaan spesimen Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag) tidak bisa dikerjakan oleh sembarang orang.
“Pengambilan spesimen dan pemeriksaan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih,” tulis Kepmenkes tersebut di poin ke-4 tentang Fasilitas Pemeriksaan dan Petugas Pemeriksa RDT-Ag.
Sementara itu, sejumlah negara seperti Singapura memiliki kebijakan berbeda. Tes antigen bisa digunakan sendiri di rumah sebagai self-test kit, tentunya dengan beberapa ketentuan yang harus dipatuhi, termasuk jenis produk yang harus tersertifikasi.
- Jaminan kualitas dan keamanan
Terkait dengan kualitas, Kepmenkes menetapkan sejumlah kriteria produk tes antigen yang bisa digunakan. Kriteria tersebut mencakup:
- Memenuhi rekomendasi Emergency Used Listing (EUL) WHO
- Memenuhi rekomendasi Emergency Used Authorization (EUA) US-FDA
- Memenuhi rekomendasi European Medicine Agency (EMA); atau
- Produk RDT-Ag lain dengan sensitivitas lebih dari atau sama dengan 80 persen dan spesifisitas lebih dari atau sama dengan 97 persen yang dievaluasi pada fase akut, berdasarkan hasil evaluasi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan atau
lembaga independen yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.
Selain itu, produk tes antigen juga harus memiliki izin edar yang bisa dicek di https://infoalkes.kemkes.go.id/.
- Jenis produk dan cara pakai
Ada berbagai jenis produk alat tes antigen, masing-masing memiliki akurasi dan cara penggunaan yang berbeda. Sangat dianjurkan untuk membaca pentunjuk yang menyertai produk, dan tidak asal mencari tutorial di YouTube.
- Tidak 100 persen akurat
Kalaupun seseorang memutuskan untuk membeli dan menggunakan alat tes antigen sendiri, dokter mengingatkan bahwa fungsinya hanya sebagai screening. Konfirmasi hasil sebaiknya tetap dilakukan di laboratorium mengingat akurasi hasil tes antigen dipengaruhi banyak faktor termasuk cara penggunaan.
“Sederhananya, semua tes yang dikerjakan sendiri, itu sifatnya adalah skrining awal, bukan penentu. Seperti juga kalau tes kehamilan, setelah hasil test-pack positif, kita tetap ke dokter kandungan untuk pemeriksaan lebih lanjut kan?” kata dr Tonang.
- Pengelolaan limbah
Tidak kalah penting, Kepmenkes 446/2021 mengkategorikan limbah tes antigen Covid-19 sebagai biohazard. Pengelolaan limbah berbahaya seperti ini harus mengikuti ketentuan teknis yang berlaku, di antaranya harus dimusnahkan dengan insinerasi atau diproses dengan autoklaf.
(*)
sumber: detik.com