SEBANYAK 200 karyawan PT Global Tirta Sinergi (GTS), yang beroperasi sebagai subkontraktor di galangan kapal PT Bintang Inti Persada Shipyard (BIS), mengajukan keluhan resmi kepada Komisi IV DPRD Batam. Mereka menuntut penjelasan terkait tunggakan gaji yang belum dibayar sejak Desember 2024, dengan total mencapai Rp 980 juta. Para pekerja berharap menemukan solusi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang berlangsung pada Rabu, 26 Februari 2025.
Namun, RDP tersebut dilaksanakan secara tertutup, sebuah keputusan yang menimbulkan tanda tanya, mengingat hal ini jarang terjadi dalam proses DPRD Batam. Ketua Komisi IV, Dandis Rajagukguk, mengungkapkan bahwa rapat ditutup untuk membahas beberapa hal terlebih dahulu, meskipun tidak memberikan alasan rinci.
Dandis juga menyatakan bahwa PT GTS tidak hadir dalam pertemuan tersebut. Ia menekankan bahwa DPRD telah meminta PT BIS, sebagai kontraktor utama, untuk mencari solusi bagi para karyawan yang gajinya belum dibayarkan.
“Saya telah meminta pihak kontraktor utama untuk membantu menyelesaikan masalah ini,” ujarnya.
Meskipun pekerja telah melaporkan kasus ini ke kepolisian, mereka diarahkan ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker). PT BIS mengklaim bahwa pembayaran kepada PT GTS sudah dilakukan, tetapi para pekerja tetap belum menerima gaji mereka.
Sebagai langkah solusi, DPRD meminta PT BIS untuk menghitung progres pekerjaan yang masih berjalan agar anggaran proyek dapat dialokasikan untuk membayar gaji pekerja melalui prosedur yang ditetapkan oleh Disnaker atau kepolisian. Dandis menyoroti bahwa komunikasi dengan PT GTS sulit, karena perusahaan ini tidak merespons surat yang dikirim dan alamat kantor mereka tidak jelas.
Selain masalah gaji, para pekerja juga mengungkapkan keluhan mengenai standar keselamatan kerja yang tidak memadai dan tidak terdaftarnya mereka dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Dandis menegaskan bahwa masalah seperti ini kerap terjadi pada perusahaan subkontraktor dan mengingatkan pentingnya perhatian dari kontraktor utama terhadap kesejahteraan pekerja.
Binsar Manurung, salah satu pekerja yang terdampak, menegaskan tuntutan mereka: pembayaran penuh atas gaji, pendaftaran dalam BPJS Ketenagakerjaan, dan penerapan standar keselamatan kerja yang sesuai.
“Kami bekerja tanpa perlengkapan keselamatan yang memadai dan menuntut kejelasan terkait pembayaran gaji sejak Januari 2025,” ujarnya.
Setelah RDP tertutup, para pekerja merasa belum mendapatkan solusi yang memadai dari PT BIS maupun DPRD Batam. Salah satu karyawan, Ngadino, menyatakan, “Tidak ada kejelasan tentang gaji yang dibawa kabur oleh PT GTS.”
Di sisi lain, perwakilan PT BIS menegaskan bahwa mereka telah memenuhi kewajiban pembayaran kepada PT GTS sesuai kontrak, meskipun tidak secara langsung kepada pekerja GTS. Mereka menunjukkan bukti pembayaran terakhir kepada PT GTS pada 14 Februari 2025, namun mengakui bahwa pembayaran belum sepenuhnya diselesaikan karena perlu mempertimbangkan progres pekerjaan terlebih dahulu.
Hingga kini, DPRD Batam terus mencari langkah terbaik untuk menyelesaikan permasalahan ini agar para pekerja dapat menerima hak mereka. Para pekerja berharap pemerintah dan penegak hukum akan mengambil tindakan tegas untuk menyelesaikan kasus ini secara adil.
(dha)