PERSOALAN sertifikat Perumahan Rowdeska Citra Permai (RCP), Batu Aji dengan PT Ratu Baja Indah (RBI) tak kunjung menemukan win-win solution. Komisi I DPRD Batam yang menangani sengketa tersebut akan mengambil langkah tegas.
Permasalahan ini bermula saat PT RBI dan sejumlah warga di perumahan tersebut berkonflik terkait harga mahal dari pengurusan sertifikat.
Sayangnya, perwakilan dari PT RBI tidak kunjung datang dalam 3 kali Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar oleh Komisi I DPRD Batam.
Ketua Komisi I Lik Khai mengaku kecewa. Ia menegaskan bahwa berapa kalipun RDP digelar, tetap tidak akan menyelesaikan masalah di perumahan tersebut.
“Menurut saya, ini RDPU yang terakhir di Komisi I. Sampai berapa kali pun digelar, persoalan tidak akan selesai jika PT RBI tidak mengirimkan wakilnya yang dapat mengambil keputusan,” ungkap Lik Khai.
Ia akan segera kembali mengatur ulang jadwal untuk RDPU berikutnya, dimana pertemuan berikutnya harus menghasilkan keputusan yang final.
Warga perumahan tersebut juga dipersilahkan untuk mengambil jalur hukum, apabila dianggap merupakan jalan terbaik.
Sementara itu, Kepala Ombudsman Perwakilan Kepri, Lagat Siadari yang juga hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan PT RBI selaku pemilik lahan tidak bisa mengelak dan turut bertanggung jawab kepada warga perumahan tersebut.
“Meski tidak ada hubungan secara perdata, RBI harus tetap bertanggung jawab. Karena yang diperjualbelikan merupakan objek perjanjian joint bisnis antara RBI dengan PT Dafindo,” tegasnya.
Menurut Lagat, persoalan ini dapat diselesaikan secara bipartit antara warga perumahan dengan RBI, tapi tetap dalam pengawasan Komisi I DPRD Batam.
Dalam RDPU ini juga diketahui, untuk rumah berstatus belum lunas akan dikenakan biaya balik nama oleh PT RBI selaku pemilik lahan. Namun karena belum adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, maka akan diadakan pertemuan kembali.
Selain itu, pembayaran cicilan dari 49 rumah berstatus belum lunas selanjutnya akan dibayarkan ke PT RBI, dimana sebelumnya cicilan dibayarkan ke PT Dafindo selaku developer.
Terkait hal itu, Lagat meminta agar PT RBI dapat mengkaji kembali biaya yang diminta sebelum disampaikan pada pertemuan selanjutnya.
“Kalaupun ada biaya, seharusnya tidak boleh mahal. RBI harus memastikan biaya yang kenakan tidak memberatkan warga RCP,” ucapnya.
Ia kemudian melanjutkan bahwa seharusnya ada transparansi, dimana masyarakat dapat mengetahui sejumlah biaya yang dikenakan dipergunakan untuk apa saja.
Oleh karena itu, Lagat pun berpesan agar hal tersebut dapat dilegalkan melalui perjanjian antara kedua belah pihak.
“Harus ada perjanjian baru bagi yang belum lunas. Untuk pembayaran selanjutnya penerimanya adalah PT RBI”, katanya (leo).