SEPANJANG tahun 2025 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Batam mengalami peningkatan signifikan dibandingkan dengan kasus serupa ditahun 2024.
Berdasarkan catatan data hasil penghimpunan Jaringan Safe Migran, tercatat total 448 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pada tahun 2025 ini.
“Ini sangat miris. Jujur kami sedih sekali karena lonjakannya begitu luar biasa, lebih dari seratus persen,” jelas Kiki, perwakilan Jaringan Safe Migran dari Rumah Faye, dalam pemaparan Catatan Akhir Tahun (Catahun) 2025 yang digelar pada Kamis (18/12/2025) siang, di Acara Penutupan 24HKTPA di Gedung Pusat Informasi Haji (PIH) Batam Center.
Ia menjelaskan, pada tahun 2024 Jaringan Safe Migran hanya mencatat 164 kasus kekerasan. Peningkatan tajam pada 2025 ini menunjukkan situasi yang semakin mengkhawatirkan.
Meski demikian, Kiki menegaskan pihaknya belum dapat menarik kesimpulan tunggal terkait penyebab lonjakan kasus tersebut.
“Dengan tingginya angka ini, kami belum bisa langsung menyatakan satu jawaban pasti. Apakah karena sistem pencatatan dan pelaporan yang semakin baik, atau memang terjadi peningkatan kasus kekerasan di lapangan yang spektrumnya justru semakin luas,” jelasnya.
Ia menambahkan, kondisi ini perlu ditelaah lebih mendalam agar upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dilakukan secara lebih tepat dan berkelanjutan.
Sementara itu Romo Paschal dari Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran-Perantau (KKPPMP) Batam menjelaskan, angka tersebut menunjukkan lonjakan tajam dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada 2024, Jaringan Safe Migran mencatat 24 kasus kekerasan terhadap anak, sementara pada 2025 jumlahnya melonjak menjadi 132 anak korban kekerasan. Artinya, terjadi peningkatan lebih dari lima kali lipat dalam kurun satu tahun.
Sementara itu, untuk kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa, pada 2024 tercatat 140 korban, sedangkan pada 2025 jumlahnya meningkat drastis menjadi 316 kasus.
Jika digabungkan, total keseluruhan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani Jaringan Safe Migran sepanjang 2025 mencapai 448 kasus.
“Angka ini menunjukkan bahwa situasi kekerasan terhadap perempuan dan anak di Batam masih sangat memprihatinkan dan membutuhkan perhatian serius dari semua pihak,” kata Romo Paschal.
Ia menjelaskan, Jaringan Safe Migran memberikan pendampingan kepada para korban, baik secara mandiri maupun melalui mekanisme rujukan dengan berbagai lembaga terkait.
Pendampingan tersebut meliputi penyediaan shelter atau rumah aman, layanan pemulangan korban, konseling psikologis, layanan kesehatan, hingga pendampingan hukum.
Selain memaparkan jumlah korban, Romo Paschal juga mengungkapkan profil pelaku kekerasan berdasarkan data pendampingan yang dilakukan.
Pelaku kekerasan berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari keluarga sebesar 22 persen, kenalan sebanyak 14,8 persen, teman dekat sekitar 8 persen, hingga dari lingkungan komunitas seperti guru, ustaz, atau pendeta sebesar 4,5 persen.
“Fakta ini menunjukkan bahwa pelaku kekerasan justru banyak berasal dari lingkungan terdekat korban, tempat yang seharusnya menjadi ruang aman,” ujarnya. (*)


