UMAT Islam yang telah menunaikan umrah atau ibadah haji, pasti pernah berpapasan atau melihat Maqam Ibrahim. Sebuah bangunan yang sepintas mirip seperti sangkar dan letaknya cukup dekat dengan Ka’bah.
Di dalamnya, terdapat sepasang pijakan kaki Nabi Ibrahim di atas sebuah batu sewaktu dirinya mendirikan Ka’bah bersama anaknya Nabi Ismail.
Awalnya, banyak orang menduga bahwa Maqam Ibrahim merupakan kuburan Nabi Ibrahim. Hal itu karena pengunaan kata maqam dalam penamaannya. Dugaan tersebut tentu saja keliru.
Dari sudut bahasa, kata maqam dalam Maqam Ibrahim berasal dari kata al-maqam. Artinya, tempat kaki berpijak.
Adapun yang dipijak Nabi Ibrahim adalah sebuah batu surga pemberian Allah SWT guna memudahkannya membangun Ka’bah.
Maqam Ibrahim merupakan saksi bisu perjuangan Nabi Ibrahim ketika membangun Ka’bah.
Al-Azraqy meriwayatkan dari Ibnu Juraij, bahwa Ali bin Abi Thalib berkata, “Ibrahim AS melangkah diiringi malaikat, awan, dan burung. Mereka adalah petunjuk jalan, hingga Ibrahim AS menempati Baitul Haram, sebagaimana laba-laba menempati rumahnya.
Dia melakukan penggalian dan memunculkan fondasi dasarnya sebesar punggung unta. Batu itu hanya dapat digerakkan oleh tiga puluh orang laki-laki.”
Kemudian, Allah SWT berfirman kepada Nabi Ibrahim. Isi firman tersebut tak lain adalah agar Nabi Ibrahim mendirikan sebuah rumah untuk-Nya. Namun, Nabi Ibrahim belum mengetahui di mana letak tepatnya Allah SWT menginginkan bangunan tersebut didirikan.
Nabi Ibrahim lantas bertanya kepada Allah SWT di mana dia harus membangun rumah itu untuk-Nya. Allah SWT pun berfirman dan menunjukan tempatnya kepada Nabi Ibrahim.
Setelah mengetahui tempatnya, Nabi Ibrahim mendatangi anaknya, Nabi Ismail, dengan maksud meminta bantuannya. Ketika keduanya telah bertemu, Nabi Ibrahim pun menceritakan kepada anaknya bahwa dia diperintahkan Allah SWT untuk membangunkan rumah untuk-Nya.
Nabi Ismail kemudian berkata kepada Nabi Ibrahim agar perintah tersebut sebaiknya segera dilaksanakan. Nabi Ismail pun dengan sukarela membantu ayahnya untuk menunaikan perintah Allah SWT tersebut.
Ibnu Abbas pernah berkata, pada saat itu, Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim mulai mendirikan fondasi Baitullah. Nabi Ismail mengangkut batu, sementara ayahnya yang menyusun dan merekatkannya satu per satu.
Setelah susunan batu-batu tersebut cukup tinggi, Nabi Ismail kemudian membawakan lagi sebuah batu untuk pijakan kaki ayahnya. Batu tersebut diyakni sebagai Maqam Ibrahim.
Setelah berhari-hari bekerja mengangkut dan menyusun batu, bangunan yang mereka dirikan pun semakin tinggi. Kemudian selesai dengan panjang 30-31 hasta dan lebar 20 hasta. Bangunan awal masih belum diberi atap. Hanya empat tembok persegi dengan dua pintu.
Celah di salah satu sisi bangunan tersebut kemudian disematkan batu hitam besar yang dikenal dengan Hajar Aswad. Batu ini tersimpan di Bukit Qubays saat banjir besar melanda pada masa Nabi Nuh.
Ketika selesai dibangun, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyeru umat manusia agar berziarah ke Ka’bah yang didaulat sebagai Rumah Tuhan. Dari sinilah, awal mula lahirnya perintah ibadah haji. Ibadah akbar umat Islam dari seluruh penjuru dunia.
Sebagaimana telah diterangkan dalam Alquran, “Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), janganlah kamu mempersekutukan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang tawaf, dan orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang rukuk dan sujud.” (QS al-Hajj: 26).
Kendati telah ribuan tahun berlalu, kondisi Maqam Ibrahim, yang menjadi saksi bisu dibangunnya Ka’bah, masih senantiasa terjaga.
Selain Hajar Aswad, Maqam Ibrahim dipercaya merupakan batu lainnya yang sangat dilindungi Allah SWT.
(*)