Khas
“Terusan Kra, Potensi dan Kegelisahan”

JIKA jadi dibangun dan selesai, terusan ini akan mengambil peran layaknya Terusan Panama dan Terusan Suez yang bisa mempersingkat jalur pelayaran.
Gagasan pembangunan Terusan Kra yang melintasi Tanah Genting Kra dan menghubungkan Teluk Thailand dengan Laut Andaman, sebenarnya telah muncul sejak ratusan tahun lalu. Tapi berkali-kali, rencana ini timbul-tenggelam.
Ide Pembangunan Terusan Kra dari waktu ke waktu
Ide pembangunan Terusan Kra ini pertama kali diusulkan oleh Raja Narai pada tahun 1677. Namun dalam perjalanannya kerap timbul-tenggelam.
Gagasan sempat mencuat pada tahun 1870-an, tepatnya setelah Terusan Suez ada dan menunjukkan bahwa kanal buatan manusia “layak pakai”.
Pada tahun 1946 perjanjian Anglo-Thai melarang pemerintah Thailand membangun kanal tersebut tanpa persetujuan dari pemerintah Inggris. Britania Raya kala itu sudah melihat bahwa Terusan Kra dapat menjadi ancaman terhadap dominasi Singapura — koloni Inggris — sebagai hub pengiriman regional.

Ilustrasi : mothership.sg
Rencana pembangunan kembali muncul pada tahun 1950-an dan 1970-an. Namun perubahan terjadi di setiap dekade, terutama ketika pemerintahan baru berkuasa di Thailand. Pada tahun 1980, Jepang pun sempat dikabarkan akan terlibat dalam proyek tersebut.
Kabar terbaru ide Terusan Kra
Beberapa tahun terakhir, ide untuk membangun Terusan Kra kembali muncul. Ada penandatanganan MoU antara the China-Thailand Kra Infrastructure Investment and Development dengan Asia Union Group pada tahun 2015 lalu.
Laman The Strait Times Singapura pernah menurunkan laporan tentang rencana pembangunan terusan ini 20 Maret 2017 kemarin. Jika selesai dibangun menurut laporan itu, Terusan Kra akan melintasi Tanah Genting Kra, sebuah daratan sempit di Thailand Selatan yang menghubungkan Teluk Thailand dengan Laut Andaman.
Terusan Kra akan memiliki panjang 102 kilometer. Estimasi biaya pembangunannya sekitar US$ 28 miliar. Diperkirakan membutuhkan waktu delapan hingga 10 tahun untuk menyelesaikan megaproyek ini.
Dengan pembangunan Terusan Kra, kapal-kapal tidak perlu lagi lewat Singapura, Semenanjung Malaysia dan selat Malaka sehingga mereka dapat memotong waktu perjalanan sebanyak 72 jam atau 1.200 kilometer.
Kapal juga dapat menghindari Selat Malaka yang padat, di mana aktivitas bajak laut di kawasan ini dikabarkan meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Jika pembangunan kanal ini terwujud, Singapura disebut-sebut akan paling terkena dampaknya karena kapal-kapal nantinya tidak harus melewati Negeri Singa dan Selat Malaka.
Bagaimana Indonesia?
Sementara itu, sebagian pihak berpendapat pembangunan Kanal Kra ini tidak menimbulkan dampak signifikan terhadap Indonesia. RI justru diharapkan dapat mengambil peluang jika proyek ini benar-benar terlaksana.
“Kami mendiskusikan peluang yang bisa diambil Indonesia bila Kanal Kra dibuka. Namun untuk sementara kita akan melihat perkembangan situasi saja,” terang Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan pada Desember 2016 seperti dilansir dari laman liputan6.
Harapan menyeruak, jika Terusan Kra dibuka maka Pelabuhan Sabang dan Pelabuhan Kuala Tanjung justru akan berkembang.
Terlepas dari kabar bahwa rencana pembangunan Terusan Kra ini adalah upaya China untuk membangun pengaruhnya di Asia Tenggara, namun yang pasti gagasan ini sejalan dengan cita-cita Beijing untuk mengembangkan jalur sutera maritim.
M Arief Pranoto, Pengkaji Geopolitik dan Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan, Global Future Institute dikutip dari laman aktual.com mengatakan suka tidak suka, Terusan Kra akan selesai dan beroperasi pada 2020 mendatang.
“Saya hanya bermaksud mengusik para pemangku kepentingan kebijakan strategis Politik dan Keamanan maupun luar negeri, Kira-kira apa yang kini dilakukan oleh Singapura dalam mengantisipasi ‘ancaman’ ini, sedang kehidupannya sangat tergantung dengan jasa pelabuhan? Lantas apa yang seyogyanya dilakukan Indonesia dengan akan beroperasinya Kra Thailand? kata Arief.