PASANGAN calon nomor urut satu, Nuryanto-Hardi Hood (Nadi), telah secara resmi mengajukan laporan terkait dugaan pelanggaran dalam Pilkada 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Tim pemenangan Nadi mengidentifikasi tujuh pelanggaran yang dianggap terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Juru Bicara Tim Pemenangan Nadi, Riki Indrakari, mengungkapkan bahwa laporan ini telah dilengkapi dengan bukti-bukti yang mendukung.
“Kami telah menyerahkan seluruh berkas kepada MK kemarin, mencakup semua bukti yang relevan. Ini mencakup dugaan keterlibatan banyak pihak, baik dari penyelenggara pemilu maupun pihak luar,” tuturnya.
Riki menjelaskan bahwa pengajuan gugatan ini merupakan hasil analisis mendalam oleh tim advokasi hukum, yang menyoroti indikasi kecurangan selama pelaksanaan Pilkada Batam 2024.
Dalam analisis tersebut, ditemukan pelanggaran prosedur pemilu yang dilakukan secara masif, termasuk manipulasi data, pemungutan suara ganda, dan intimidasi terhadap pemilih.
Lebih lanjut, Riki menekankan adanya pola kecurangan yang berulang, termasuk dugaan keterlibatan aparat keamanan dan aparatur sipil negara dalam praktik kecurangan.
“Kami juga mencatat dugaan kecurangan tersembunyi yang sulit dibuktikan secara langsung,” tambahnya.
Sementara itu, Sekretaris PDI-P Kota Batam, Ernawati, juga mengonfirmasi bahwa kecurangan terjadi dalam berbagai bentuk. Ia menyebutkan distribusi sembako dan mobilisasi aparatur negara sebagai contoh.
“Kami memiliki bukti kuat mengenai pelanggaran serius dalam Pilkada Batam 2024. Ini sudah TSM,” ungkapnya.
Ernawati menyoroti ketidaksesuaian dalam proses rekapitulasi suara, di mana banyak pihak enggan menandatangani dokumen rekapitulasi.
“Hal ini semakin memperkuat dugaan pelanggaran serius yang kami temui. Kami akan melaporkan bukti ini kepada partai dan membawa kasus ini ke MK,” tegasnya.
Satu poin krusial yang menjadi perhatian adalah keterlambatan dalam distribusi undangan mencoblos (C6). Menurut Ernawati, banyak pemilih baru menerima undangan hanya sehari sebelum pemungutan suara, yang menyebabkan tingkat partisipasi pemilih hanya mencapai 46 persen.
Dia juga menekankan dugaan keterlibatan ASN dan aparat kepolisian dalam proses Pilkada, yang dinilai melanggar keputusan MK mengenai peran aktif kedua pihak dalam pemilu.
“Polisi seharusnya hanya bertugas menjaga keamanan, bukan terlibat dalam penyelenggaraan atau rekapitulasi hasil pemilu,” pungkasnya.
(dha)