SETELAH melalui serangkaian pembahasan yang melibatkan perwakilan pekerja, pengusaha dan pemerintah, nilai usulan Upah Minimum Kota (UMK) Batam untuk tahun 2025 adalah sebesar Rp4.989.600.
“Semua pihak memberikan masukan yang konstruktif. Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar, namun kami berhasil menemukan titik temu,” sebut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kepri, Mangara M. Simarmata.
Proses pengusulan ke Gubernur menurutnya, diharapkan dapat berjalan lancar dengan penetapan UMK Batam paling lambat pada 18 Desember 2024. Simarmata menggarisbawahi pentingnya keputusan yang akan diambil oleh Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, untuk menjaga daya saing daerah dalam menarik investasi.
Di sisi lain, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melalui perwakilannya, Masrial, mengkritisi belum adanya kejelasan mengenai Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK). Mereka mengusulkan kenaikan UMK sebesar 37 persen, berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang diperkirakan mencapai Rp6,1 juta, mengingat pertumbuhan ekonomi Batam yang positif.
Ketua Apindo Batam, Rafki Rasyid, menambahkan bahwa meski angka UMK telah ditetapkan, proses pembahasan masih menghadapi kendala teknis. Ia menekankan perlunya petunjuk teknis (juknis) yang jelas mengenai sektor, beban kerja, dan risiko dalam penetapan UMSK.
“Tanpa juknis, pembahasan tidak bisa dilakukan secara efektif,” ujarnya.
Rafki juga mengakui bahwa meskipun angka Rp4,9 juta merupakan keputusan pemerintah, pengusaha tetap mengkhawatirkan dampaknya terhadap sektor padat karya seperti garmen dan manufaktur. Kenaikan UMK yang signifikan dapat memengaruhi daya saing Batam di tengah persaingan dengan daerah lain.
(sus)