PULUHAN warga yang tergabung dalam Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga, ikut menyuarakan penolakan warga pulau Rempang. Suara penolakan disampaikan di depan kantor Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) di Dompak, Kamis (31/8/2023).
Massa pendemo menuntut Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri untuk ikut menolak rencana Badan Pengusahaan (BP) Batam yang akan merelokasi ribuan warga di Pulau Rempang, sehubungan proyek Ecocity yang digagas di sana.
Aksi demonstrasi dijaga ketat anggota kepolisian. Massa dihadang kawat berduri yang dipasang di depan pintu masuk kawasan perkantoran Gubernur Kepri.
“Kita minta Gubernur Kepri untuk menyurati Presiden maupun BP Batam hari ini, untuk menghentikan relokasi Pulau Rempang. Karena di sana terdapat 5.000 orang jiwa,” ujar Pemangku Adat Kesultanan Riau Lingga, Tengku Muhammad Fuad saat aksi, Kamis (31/8/2023).
Menurutnya, BP Batam akan merelokasi warga Pulau Rempang demi membangun beberapa proyek. Padahal, warga yang akan direlokasi tersebut adalah warga asli dan sudah turun temurun tinggal di Pulau Rempang.
“Kita menolak, karena yang tinggal di sana orang asli melayu Batam. Mereka sudah turun temurun di sana,” ungkapnya.
Saat ini, kata dia, semua warga Pulau Rempang sangat khawatir dengan adanya rencana relokasi ini. Jadi dengan disuratinya BP Batam, warga dapat mencari nafkah seperti biasa.
Selain menyampaikan penolakan soal rencana relokasi warga di pulau Rempang, massa pendemo juga meminta Gubernur Kepri segera mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) adat dan tanah ulayat.
Jika Perda ini terbit, masalah relokasi tersebut dapat diselesaikan secara hukum.
“Di Kepri banyak pulau, kenapa harus ngotot di sini. Kita tidak menolak pembangunan, tapi jangan rakyat yang dikorbankan. Kita masih menunggu proses Perda ini,” tegasnya.
Tanggapan Pemprov Kepri
Usai melakukan demonstrasi, Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga melakukan audiensi bersama Sekretaris Daerah (Sekda) Kepri, Adi Prihantara. Dari hasil audiensi ini, Pemprov Kepri akan segera menyurati BP Batam untuk menunda pengukuran dan pemasangan patok proyek di Pulau Rempang.
“Dan disepakati bersama, akan kita surati BP Batam, dan tembusannya akan dibawa oleh LAKRL,” kata Adi Prihantara usai melakukan audiensi, Kamis (31/8/2023).
Keputusan ini, kata Adi, agar ribuan warga di Pulau Rempang dapat tenang menjalani aktivitasnya. Sebab, warga enggan meninggalkan Pulau Rempang sedetikpun dan tidak membiarkan BP Batam melakukan pembangunan.
“Intinya akan kita surati dulu. Biar masyarakat nyaman dan tenang. Sekarang penuh dengan kekhawatiran,” ungkapnya.
Untuk penerbitan Perda adat dan tanah ulayat, menurutnya, harus ada kajian secara mendalam oleh akademisi. Jika sudah ada kajian akademisi, maka rancangan perda tersebut akan disusun.
“Jika terbit, harus dievaluasi oleh Kemendagri. karena syarat Perda harus mendapatkan evaluasi dari Kemendagri,” kata Adi.
(nes)