WARGA Pulau Rempang yang terdampak oleh proyek Rempang Eco City menyampaikan keluhan mereka kepada Komisi VI DPR RI, Senin (28/4/2025). Mereka tergabung dalam Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB) dan mengungkapkan berbagai masalah terkait konflik agraria yang muncul akibat Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dicanangkan di era Presiden Jokowi.
Koordinator AMAR-GB, Ishaka alias Saka, menanggapi klaim Badan Pengusahaan (BP) Batam mengenai jumlah warga yang setuju untuk direlokasi. Dalam rapat yang diadakan pada 2 Desember 2024, BP Batam mengklaim ada 433 kepala keluarga (KK) dari total 991 KK yang telah mendaftar untuk relokasi.
“Data yang disampaikan BP Batam kepada Komisi VI sangat bertolak belakang dengan situasi di lapangan,” tegas Saka.
Menurut Saka, AMAR-GB telah melakukan pendataan manual di lima lokasi yang terkena dampak proyek. Hasilnya menunjukkan bahwa dari 700 KK yang ada, hanya 162 KK yang bersedia direlokasi, sementara 518 KK menolak untuk berpindah.
“Ini adalah data yang akurat, kami turun langsung ke lapangan,” ujarnya.
Saka menegaskan bahwa warga Rempang tidak ingin diusir atau dipindahkan dari tanah kelahiran mereka. Ia berpendapat bahwa relokasi tidak sebanding dengan kehidupan yang mereka jalani saat ini.
“Rumah relokasi itu hanya seperti tukar guling dari aset yang ditinggalkan, bukan sesuatu yang diberikan secara gratis,” jelasnya.
Warga yang menolak penggusuran juga menolak skema transmigrasi lokal, yang dianggap membingungkan. Meskipun Menteri Transmigrasi, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara, menyatakan bahwa pemerintah tidak akan memaksa masyarakat untuk relokasi, Saka mempertanyakan konsistensi pernyataan tersebut.
“Membangun kawasan transmigrasi pada dasarnya sama dengan merelokasi masyarakat. Jika tidak ada paksaan, program transmigrasi seperti apa yang akan diterapkan?” tanyanya.
Warga menilai istilah transmigrasi lokal hanyalah penghalusan dari pemerintah untuk menggantikan istilah penggusuran.
“Intinya, ini adalah permintaan untuk memindahkan warga dari kampung halamannya,” ungkap Saka.
Dalam forum audiensi di Komisi VI, AMAR-GB juga mengajukan tujuh tuntutan penting, antara lain:
- Batalkan PSN Rempang Eco City
- Hentikan kekerasan, kriminalisasi, dan tegakkan hukum yang adil
- Keluarkan PT MEG dari Pulau Rempang dan hentikan aksi kekerasan serta premanisme
- Pulihkan hak-hak masyarakat
- Hentikan solusi-solusi palsu pembangunan masyarakat
- Cabut peraturan yang tidak mendukung kepentingan masyarakat
- Berikan pengakuan atas hak atas tanah masyarakat
Protes ini mencerminkan ketidakpuasan warga yang merasa terancam oleh proyek yang seharusnya membawa kemajuan, tetapi justru menimbulkan konflik dan ketidakadilan.
(ham)