TIAP daerah di Indonesia memiliki tradisi sendiri soal pernikahan. Termasuk di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Salah satu kebiasaan masyarakat Suku Sasak dalam acara prosesi pernikahan disebut nyongkolan.
Tradisi nyongkolan bertujuan memperkenalkan pengantin baru kepada masyarakat luas. Pasangan yang akan menikah diarak dari rumah mempelai laki-laki ke rumah mempelai perempuan.
Peserta nyongkolan adalah keluarga dan kerabat mempelai perempuan yang memakai baju ada serta diiringi rombongan musik tradisional seperti gamelan atau kelompok penabuh rebana. Bagi kalangan bangsawan, biasanya menggunakan iringan musik gendang beleq.
Karena faktor jarak, arak-arakan ini tidak benar-benar dilakukan secara harfiah dari rumah mempelai laki-laki, namun dimulai dari jarak 0,5-1 km dari rumah perempuan.
Selama proses arak-arakan, peserta nyongkolan dari rombongan laki-laki membawa benda hasil perkebunan dan pertanian seperti buah-buahan maupun sayur-sayuran untuk dibagikan kepada keluarga, kerabat dan tetangga dari pihak perempuan.
Sampai di rumah perempuan, pasangan akan sungkeman dan meminta doa dan restu kepada keluarganya. Tradisi ini menandakan bahwa pihak keluarga sudah merestui pernikahan anak gadisnya dan melepas anaknya untuk dibawa suaminya.
Mitos yang masih dipercaya Suku Sasak bila nyongkolan tidak digelar setelah akad nikah, maka rumah tangga sang pengantin tersebut biasanya tidak akan bisa bertahan lama atau keturunan dari pasangan pengantin ini biasanya akan lahir dalam kondisi cacat fisik.
Nyongkolan dapat dilihat di berbagai pelosok Lombok saat akhir pekan, dari jalanan kecil antar kecamatan sampai jalan lintas kabupaten.
Kemeriahan nyongkolan tak jarang menarik perhatian warga sekitar untuk menonton arak-arakan yang mirip pawai ini. Hasilnya, kemacetan pun tak terelakkan karena rombongan memenuhi separuh badan jalan ditambah lagi warga yang menonton.
Bila tertarik melihat tradisi nyongkolan dalam versi asli, Anda bisa datang ke Bulan Budaya Lombok Sumbawa 2016. Dalam acara tersebut, ada Museum Nusa Tenggara Barat yang ikut meramaikan Bulan Budaya Lombok Sumbawa 2016.
Pihak Museum NTB ingin menunjukkan bagaimana prosesi Nyongkolan yang sebenarnya. Meski tak seratus persen sama persis, setidaknya nyongkolan di museum tersebut mengikuti pakem-pakem yang ada.
“Acara ini untuk membenahi nyongkolan. Karena ini adalah peristiwa budaya untuk rapah (mencairkan segala suasana) bagi kedua belah pihak yang besanan. Jadi kita akan menghindari penggunaan pakaian yang tidak tepat. Karena berangkat dari nilai-nilai Islami,” ujar Kepala Museum, dikutip Detik. ***