RANCANGAN Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) mengatur bahwa suami berhak mendapatkan cuti untuk mendampingi istri yang melahirkan dan keguguran.
Dikutip dari CNN Indonesia.com, Senin (20/6/2022), dalam draf RUU KIA tersebut, suami berhak mendapatkan cuti paling lama 40 hari untuk mendampingi istri melahirkan dan paling lama 7 hari jika istri keguguran.
Hal itu tertuang pada Pasal 6 ayat 2 huruf a draf RUU KIA yang berbunyi: ‘Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan hak cuti pendampingan: a. melahirkan paling lama 40 hari’.
Sebagaimana diketahui, RUU KIA memberikan hak cuti melahirkan kepada istri minimal enam bulan. Kemudian, RUU KIA juga memberikan istri hak untuk mendapatkan waktu istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami keguguran.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menjadi salah satu tokoh yang vokal mendorong masa cuti ibu hamil menjadi enam bulan melalui RUU KIA.
Penetapan masa cuti melahirkan sebelumnya diatur pada Undangan-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja dengan durasi waktu sebatas 3 bulan saja.
DPR RI menyepakati RUU KIA untuk dibahas lebih lanjut menjadi undang-undang. Puan menyebut RUU ini dirancang untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul.
Puan mengatakan, ibu wajib mendapat waktu yang cukup untuk memberikan ASI bagi anak-anaknya, termasuk bagi ibu yang bekerja. Ia menegaskan, ibu bekerja wajib mendapat waktu yang cukup untuk memerah ASI selama waktu kerja.
“RUU KIA juga mengatur cuti melahirkan paling sedikit enam bulan, serta tidak boleh diberhentikan dari pekerjaan. Selain itu, ibu yang cuti hamil harus tetap memperoleh gaji dari jaminan sosial perusahaan maupun dana tanggung jawab sosial perusahaan,” kata Puan dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/6/2022).
Puan juga mengungkapkan alasan mengapa lebih mengusulkan perpanjang masa cuti ibu melahirkan saja, tapi tidak cuti ayah.
Menurut Puan, cuti ibu hamil lebih prioritas, karena ibu yang melahirkan anak. Terlebih, kata dia jika keduanya kerja, maka tidak bisa cuti bersamaan.
“Bisa saja itu (usul cuti ayah) dibahas. Tapi kan kalau dari perspektif kami, yang melahirkan itu ibunya. Sehingga enggak mungkin dua-duanya cuti,” kata Puan.
(*)
sumber: CNN Indonesia.com