SEBUAH kota tua yang disebut Kota Kara, dipercaya pernah berdiri di kaki gunung Bintan, kabupaten Bintan, ratusan tahun lalu.
KOTA itu dipercaya sebagai bagian dari sebuah kerajaan yang sempat berdiri sebelum adanya Kerajaan Melayu Singapura, Johor, Melaka, Riau.
Berdasarkan cerita pusaka yang melegenda, di sekitar Kawasan Bukit Batu, dan Sekuning menyebutkan, Kota Kara sebagai tempat raja. Lokasinya di kawasan di kaki sebelah utara Gunung Bintan. Pada periode ini, Kota Kara disandingkan dengan Kopak, sebagai pusat pemerintahan raja Malaka yang terakhir.
Melansir dari situs Kemendikbud RI, terdapat juga kompleks makam Kota Kara. Itu merupakan kompleks makam raja Kerajaan Melayu Bentan. Terdapat 3 makam yang sangat penting yakni makam Ratu Mpuan Bintan Iskandasryah, makam Tengku Bungsu, dan Makam Isersyah (Bisamsyah).
Makam Ratu Mpuan Bintan Iskandar Syah merupakan ratu dari kerajaan Melayu Bentan. Makam Isersyah adalah makam dari Raja Kerajaan Melayu Bentan 1 dengan posisi makam berada di sisi timur laut dari makam Ratu Mpuan Iskandarsyah.
Menurut pewaris, kompleks makam ini merupakan makam keluarga kerajaan saat ibukota masih berada di Kota Kara.
Kompleks Makam Kota Kara merupakan makam keluarga Kerajaan Melayu Bentan saat pusat ibukota masih berada di Kota Kara. Makam berada di lahan datar dikelilingi oleh perkebunan penduduk. Pada kompleks makam terdapat sekitar 5 makam, namun 3 diantaranya merupakan makam yang penting dalam hal Kerajaan Melayu Bentan yakni Makam Ratu Mpuan Bintan Iskandasryah, Makam Tengku Bungsu, dan Makam Isersyah (Bisamsyah). Ketiga makam tersebut masing-masing telah diberi jirat tembok yang dilapisi dengan keramik berwarna cokelat.
Nisan makam sangat sederhana dengan mempergunakan bahan yang telah disediakan oleh alam. Pada makam Ratu Mpuan Iskandarsyah makam terbuat dari bahan yang bagi masyarakat dinamai dengan batu garam. Sedangkan nisan makam lainya memakai batu andesit yang berada di sekitar. Orientasi makam Utara-Selatan, yang menghadap kiblat. Makam hampir semua tidak ditutupi oleh kain kuning, hanya nisan kepala Isersyah yang hanya dilapisi dengan kain kuning.
Keberadaan Kota Kara
Konon, Kota Kara terdapat di dua wilayah, yakni di Johor dan di Bintan. Sebagai benteng terluar, Kota Kara di Sungai Bintan berfungsi untuk melindungi Kopak, Bukit Batu, Pantar dan lainnya.
Sultan Mahmud sendiri, mengukuhkan tapak pemerintahannya yang baru di Pulau Bintan sejak Januari 1513, dengan membangun Kota Kara.
Kota tersebut berfungsi sebagai benteng dan untuk melindungi Kopak. Sultan Mahmud berada di Bintan, selama empat tahun berikutnya.
Lalu, dia pindah ke Pagoh sekitar tahun 1518 atau tahun 1519. Kemudian di tahun 1520, Antonio Correa menyingkirkanya dari Pagoh. Dan akhirnya, Sultan Mahmud kembali lagi ke Bintan 1526.
Armada Portugis yang dipimpin Admiral Mascarenhas, dengan dukungan 20 buah kapal yang membawa 550 orang Portugis dan 600 orang Melayu baru.
Mereka berhasil membungkam Kota Kara, yang dipertahankan oleh Sultan Mahmud di bawah Sang Setia dan Laksanama Hang Nadim. Diperikrakan, terjadi pada tanggal 23 Oktober 1526 silam.
Setelah itu, barulah Kopak dikuasai. Di mana, armada Portugis membutuhkan waktu 14 hari untuk melumpuhkan Kota Kara.
Menurut penelitian sejarah, penyerangan armada Portugis terhadap Sultan Mahmud di Kapak, termasuk beberapa tempat di hulu Sungai Bintan.
Sehingga, diperkirakan Kota Kara di Bintan berada di atas Sungai Bintan. Hal itu diperkuat dengan penelitian arkeologi Pulau Bintan 1981, yang melaporkan adanya tumpukan batu yang disebut batukara di sekitar muara Sungai Bintan.
Kini, situs yang masih tersisa yakni runtuhan bangunan benteng, di sisi kiri Sungai Bintan yang diperkirakan peninggalan Kota Kara.
Serta kompleks makam yang diyakini sebagai petinggi Kota Kara, yang hingga mati tetep mempertahankan keutuhan Kota Kara.
(dha/berbagai sumber)