MULAI Januari 2025, transaksi uang elektronik akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen. Pengenaan ini menjadi sorotan penting bagi masyarakat dan pelaku industri keuangan digital, mengingat layanan uang elektronik kini menjadi bagian integral dari aktivitas finansial sehari-hari.
DIREKTORAT Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengklarifikasi bahwa meskipun tarif PPN baru ini akan berlaku, layanan uang elektronik sebenarnya sudah dikenakan pajak sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983. Menurut , pengenaan PPN ini bukanlah hal baru, melainkan kelanjutan dari regulasi yang sudah ada.
Dalam konteks ini menurutnya, penting untuk memahami bahwa UU PPN telah diubah menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam regulasi tersebut, layanan uang elektronik tidak termasuk dalam kategori yang dibebaskan dari PPN, sehingga tarifnya akan meningkat seiring dengan kebijakan baru.
Dwi menuturkan pengenaan pajaknya bukan pada nilai pengisian uang (top up), nilai saldo (balance) atau nilai transaksi jual beli. Tetapi dikenakan pada konsumen atas penggunaan jasa layanan uang elektronik atau dompet digital tersebut.
“Artinya, jasa layanan uang elektronik dan dompet digital bukan merupakan objek pajak baru,” sebutnya kepada media beberapa hari kemarin.
Penerapan PPN 12 persen diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pendapatan negara, sekaligus menciptakan keadilan dalam pajak di sektor digital. Namun, hal ini juga memunculkan pertanyaan tentang dampaknya terhadap biaya layanan bagi konsumen dan bagaimana pelaku industri akan menyesuaikan diri dengan regulasi baru ini.
Dengan semakin berkembangnya teknologi keuangan, pengenaan PPN pada layanan uang elektronik merupakan langkah yang perlu diperhatikan oleh semua pihak. Baik konsumen maupun penyedia layanan diharapkan dapat bersiap menghadapi perubahan ini dan memahami implikasinya terhadap transaksi keuangan mereka.
Macam-macam Transaksi Elektronik
TRANSAKSI uang elektronik mencakup berbagai bentuk kegiatan keuangan yang dilakukan secara digital. Berikut adalah beberapa kategori yang termasuk dalam transaksi uang elektronik:
- Transfer Uang: Pengiriman uang antar individu atau antar rekening melalui aplikasi atau platform digital, seperti mobile banking atau e-wallet.
- Pembayaran Tagihan: Pembayaran untuk berbagai jenis tagihan, seperti listrik, air, dan telekomunikasi, yang dilakukan melalui aplikasi uang elektronik.
- Pembelian Barang dan Jasa: Transaksi pembelian produk atau layanan secara online, baik melalui situs e-commerce maupun platform digital lainnya.
- Top-Up Saldo: Penambahan saldo pada rekening uang elektronik melalui berbagai metode, seperti transfer bank, kartu kredit, atau tunai.
- Penyimpanan Uang: Menyimpan uang dalam bentuk digital di akun uang elektronik, yang dapat digunakan untuk transaksi di masa depan.
- Pembayaran di Tempat (Point of Sale): Penggunaan aplikasi pembayaran di kasir atau tempat belanja fisik untuk transaksi menggunakan QR code atau NFC.
- Penerimaan Pembayaran: Menerima pembayaran dari pelanggan melalui platform digital, yang umum digunakan oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
- Investasi Digital: Transaksi yang berkaitan dengan pembelian produk investasi melalui platform digital, seperti saham, reksa dana, atau cryptocurrency.
Semua bentuk transaksi ini mencerminkan pergeseran menuju penggunaan uang yang lebih digital dan semakin memudahkan interaksi finansial dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh Perhitungan
SEBAGAI contoh, jika seseorang bernama Zain mengisi ulang (top up) uang elektronik sebesar Rp 1.000.000 dan biaya top up misalnya Rp1.500, maka jika PPN 11%, perhitungannya adalah sebagai berikut, 11% x Rp 1.500 = Rp165.
Maka PPN 11% ini akan dikenakan kepada konsumen sebesar Rp 165 setiap transaksi. Artinya biaya transaksi top up Rp 1.000.000 itu selain dikenakan biaya top up Rp 1.500, ditambah juga biaya PPN. Jadi, Rp 1.001.665.
Kemudian, dengan kenaikan PPN 12%, maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut, 12% x Rp 1.500 = Rp180. Artinya biayanya menjadi 1.001.680.
Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1% hanya Rp 15. Maka biaya PPN 12% ini akan dikenakan setiap transaksi dengan nominal berapapun.
Contoh lain, Slamet mengisi dompet digital atau e-wallet sebesar Rp 500.000. Biaya pengisian dompet digital atau e-wallet misalnya Rp 1.500, maka PPN dihitung sebagai berikut, 11% x Rp 1.500 = Rp 165. Maka transaksinya menjadi Rp 501.665.
Dengan kenaikan PPN 12%, maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut, 12% x Rp 1.500 = Rp 180. Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1% hanya Rp 15. Transaksinya menjadi Rp 501.680.
“Berapapun jumlah nominal transaksi sepanjang jasa layanan yang dibebankan oleh provider tidak mengalami perubahan, maka jumlah PPN yang dibayar akan tetap sama,” sebut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti di laman detikcom.
(sus/ham)