IURAN BPJS Kesehatan akan mengalami peningkatan mulai tahun 2026, sesuai dengan rencana yang diungkapkan dalam Buku II Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan Negara (RAPBN) 2026.
MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kenaikan ini bertujuan untuk menjamin kelangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Keberlanjutan JKN sangat tergantung pada manfaat yang diberikan kepada peserta. Jika manfaatnya meningkat, biaya juga akan bertambah,” ujarnya dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran DPR RI baru-baru ini.
Subsidi untuk Meringankan Beban Peserta
MESKIPUN iuran akan naik, pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan jumlah Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sri Mulyani menegaskan bahwa perhatian tetap diberikan kepada peserta mandiri.
“Kami akan memberikan subsidi sebagian untuk peserta mandiri. Saat ini, iuran mandiri seharusnya Rp 43 ribu, tetapi hanya dibebankan Rp 35 ribu, dengan selisih Rp 7 ribu ditanggung pemerintah, terutama untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU),” jelasnya.
Dalam RAPBN 2026, anggaran kesehatan dialokasikan sebesar Rp 244 triliun, dengan Rp 123,2 triliun di antaranya untuk layanan kesehatan masyarakat. Ini mencakup bantuan iuran bagi 96,8 juta jiwa serta iuran PBPU/BP untuk 49,6 juta jiwa senilai Rp 69 triliun.
Kenaikan Iuran Secara Bertahap
PEMERINTAH juga mempertimbangkan kondisi fiskal dan daya beli masyarakat sebelum memutuskan kenaikan iuran. Sri Mulyani berharap bahwa langkah ini tidak menimbulkan protes dari masyarakat, sehingga skema kenaikan iuran akan dilakukan secara bertahap.
“Penyesuaian iuran yang bertahap akan meminimalisir gejolak dan menjamin keberlanjutan program,” tambah Sri.
Sri Mulyani menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara tiga pilar utama BPJS Kesehatan: peserta, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, skema pembiayaan harus dirancang secara komprehensif. Dia juga melihat peluang untuk memanfaatkan skema pembiayaan kreatif guna menjaga likuiditas Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan.
Kenaikan Iuran Secara Bertahap
PEMERINTAH juga mempertimbangkan kondisi fiskal dan daya beli masyarakat sebelum memutuskan kenaikan iuran. Sri Mulyani berharap bahwa langkah ini tidak menimbulkan protes dari masyarakat, sehingga skema kenaikan iuran akan dilakukan secara bertahap.
“Penyesuaian iuran yang bertahap akan meminimalisir gejolak dan menjamin keberlanjutan program,” tambah Sri.
Sri Mulyani menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara tiga pilar utama BPJS Kesehatan: peserta, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, skema pembiayaan harus dirancang secara komprehensif. Dia juga melihat peluang untuk memanfaatkan skema pembiayaan kreatif guna menjaga likuiditas Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan.
Proyeksi Dampak Kebijakan
KEBIJAKAN ini diperkirakan akan berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), khususnya dalam penyesuaian alokasi untuk peserta penerima bantuan iuran. Selain itu, pemerintah perlu meningkatkan kontribusi untuk peserta mandiri kelas III dan menanggung iuran pegawai negeri sebagai pemberi kerja. Sinergi antar Kementerian dan Lembaga diperlukan agar penyesuaian ini dapat dilaksanakan secara efektif.
“Dengan kolaborasi antar Kementerian/Lembaga yang mencakup perbaikan pengelolaan dan penataan pendanaan, stabilitas DJS Kesehatan dapat terjaga, sehingga program JKN tetap berkelanjutan dan memberikan manfaat optimal bagi seluruh masyarakat,” pungkasnya.
Golongan dan Iuran Saat Ini
PENGGOLONGAN BPJS Kesehatan sampai tahun 2025 ini terdiri dari Kelas 1, 2, dan 3 dengan iuran saat ini masing-masing sebesar Rp150.000, Rp100.000, dan Rp42.000 per bulan per orang. Meskipun sistem kelas ini mulai dihapus secara bertahap pada Juli 2025 dan digantikan oleh sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Sementara itu, BPJS Kesehatan membagi peserta ke dalam tiga kelas berdasarkan tingkat fasilitas dan iuran, yaitu:
- Kelas 1:Untuk peserta yang memiliki kemampuan finansial lebih tinggi, dengan fasilitas ruang rawat inap yang lebih sedikit.
- Kelas 2:Untuk peserta yang berada di tingkat menengah, dengan fasilitas ruang rawat inap yang sedikit lebih banyak daripada Kelas 1.
- Kelas 3:Untuk peserta dengan kemampuan finansial lebih rendah, dengan fasilitas ruang rawat inap yang paling banyak, dan mendapat subsidi dari pemerintah.
Besaran iuran BPJS Kesehatan yang berlaku adalah sebagai berikut:
- Kelas 1: Rp150.000 per bulan per peserta.
- Kelas 2: Rp100.000 per bulan per peserta.
- Kelas 3: Rp42.000 per bulan per peserta, di mana peserta membayar Rp35.000 dan pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp7.000.
Mulai Juli 2025, sistem kelas 1, 2, dan 3 akan dihapus secara bertahap dan diganti dengan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Meskipun penerapan KRIS akan dilakukan secara bertahap, iuran BPJS Kesehatan kemungkinan tidak akan mengalami perubahan, karena dirancang dengan harga yang sama.
(ham/dha)