“Pasal maskawin saja tiada tahoe, sebab orang toea saja, nama Matsah, jang poenja boeatan. Masa mengoetjapkan kaboel nikah, memang saja ada mengoetjapkan maskawin Simah 10 thail mas beroetang …”
…
“Itoe Ketjik, saja poenja anak, dan saja jang meminang itoe Simah dahoeloe kepada datoeknja, nama Hoesin. Masa itoe saja berdjandji maskawin Simah hanja $ 66 dan tjintjin sebentoek, kain saroeng sehelai, badjoe sehelai dan kain toedoeng sehelai. Itoe semoea soedah saja antar dengan djelas …”
Oleh: Bintoro Suryo
PASKA pembubaran sistem pemerintahan Kepulauan Batam dalam status onder afdeeling oleh pemerintah kolonial Belanda pada akhir tahun 1906, wilayah ini resmi dimasukkan dalam sistem pemerintahan onderafdeeling Tanjungpinang yang juga membawahi wilayah Kepulauan Karimun. (Baca: “Bojan: ‘Pulo Boedjang’ yang Pernah Jadi Ibukota Batam“)
Pada tahun 1930, wilayah Kepulauan Batam yang berstatus sebuah district (setara kecamatan) di bawah Tanjungpinang, dikepalai oleh Mohamad Lamin, beribukota di pulau Buluh. (Tentang masa lalu pulau Buluh di Batam : “Kota Tua di Pulau Kecil (Documentary)“
Selain menangani masalah administrasi pemerintahan pribumi, pemerintahan district Batam masa itu juga menangani persoalan hukum dan adat yang melibatkan warga pribuminya.
Sebuah arsip dokumen Belanda terbitan tahun 1937 berjudul : ADATRECHTBUNDEL XXXIX: GEMENGD, mendokumentasikan sebuah putusan dari lembaga Mohakamah Ketjil di poeloe Boeloeh (Mahkamah Kecil Pulau Buluh, pen) dalam sebuah kasus perceraian seorang perempuan, warga pulau Kilak (Sekilak, pen) dengan pria warga Soebangmas (Subangmas) yang saat itu masih berada dalam pengelolaan district Bintan.
Dokumen ini menarik, dan memberi gambaran pada kita tentang dinamika sosial kemasyarakatan, suasana hingga penggunaan bahasa yang berkembang di masyarakat kepulauan Batam masa itu.
Naskah dokumen, saya tulis ulang untuk memberi pemahaman dan gambaran tentang suasana kemasyarakatan di Kepulauan Batam pada masa itu.
Berikut dokumennya.

Mohakamah ketjil Poelau Boeloeh, 15 Mei 1930.
Opvordering van nog niet betaalde bruidschat na ontbinding van het huwelijk; toekenning van levensonderhoud aan de vrouw gedurende de iddah-periode.
(Penuntutan maskawin yang belum dibayarkan pada masa setelah perceraian)
- Simah binti Osman, oemoer ± 21 tahoen, pekerdjaan tidak ada. Diam di Poelau Kilak, district Batam.
Menda’wa : Saja menoentoet atas bekas laki saja nama Ketjik bin Matsah diam di Soebangmas (district Bintan), jang telah mentjereikan saja sampai sekarang soedah ada hampir tiga boelan, padahal sebagai djanda Ketjik bin Matsah, dia masih beroetang mas kawin menoeroet adat saja 10 thail mas = $ 160 dan nafkah edah sehari $ 0.50 dalam 3 boelan 10 hari (100 hari) = $ 50. Tetapi sewaktoe saja aken kawin djanda saja, Ketjik mengantar wang $ 66 sebagai belandja pekerdjaan nikah kawin saja dengan djanda saja Ketjik. Maka, atas wang antaran $ 66 itoe, saja redlakan pada Ketjik dipotong pada maskawin saja $ 160-$ 66, ketinggalan hoetang maskawin Ketjik pada saja $ 94. Saya juga menerima nafkah edah saja yang 100 hari itu dihitung $0.20 satu hari jadi jumlahnya $20.
Saya suka menerima perdamaian asal dimungkinkan. Oleh sebab itu, saya minta mohakamah menghoekoemkan pada Ketjik membayar maskawin saja lagi $94 dengan nafkah edah 3 bulan 10 hari $20 = $114 (f 159.60) dengan angsuran tiap-tiap bulan f 10 yang tetap.
- Wahab bin Toha, oemoer ± 62 tahoen, pekerdjaan berkelong. Diam di Poelau Kilak, datoek saudara dari Osman, bapak Simah.
Menerangkan : Betoel itoe $66 + kain sehelai + tjintjin sebentuk + bajoe sehelai dan kain toedorng sehelai telah diantarkan; tetapi itu semoea hanja wang angsoeran, boekan maskawin menoeroet adat bangsa saja. Sebab adat bangsa saja maskawin 10 thail mas harganya $160. Betoel joega jang menerima itu dahoeloe boekan saja, melainkan Hoesin saudara sepupu saja. Tetapi saja mendengar perdjandjian itoe.
- Ketjik bin Matsah. oemoer ± 22 tahoen. lahir di Soebangmas, district Bintan. pekerdjaan berkelong, diam di Soebangmas.
Mendjawab : Pasal maskawin saja tiada tahoe, sebab orang toea saja nama Matsah jang poenja boeatan. Masa mengoetjapkan kaboel nikah memang saja ada mengoetjapkan maskawin Simah 10 thail mas beroetang. Tetapi saja tidak tahoe apa-apa. Nafkah $ 0.50 sehari itoe terlaloe berat, saja mampoe hanja membajar $ 0.15 sehari. Karena hilap, saja soeka menerima perdamaian dan
mengakoei lagi berhoetang bagi maskawin Simah $ 94, dan nafkah edahnja $ 0,20 sehari (100 hari X $ 0.20 = $ 20), djadi djoemlahnja $ 114 atau f 159.60. Dan, saja mengakoe aken membajar tetap tiap-tiap boelan f 10 dengan perantaraan kantoor Amir Batam. Mengakoelah saja apabila terteroet-toeroet 3 boelan lamanja tiada saja bajar angsoeran boelan itoe, berhaklah menoentoet semoea ketinggalan hoetang itu dengan sekali bajar sadja.
- Matsah bin Bakir, oemoer ± 60 tahoen, pekerdjaa n berkelong. Diam di Soebangmas, bapak dari Ketjik .
Mendjawab: Itoe Ketjik, saja poenja anak, dan saja jang meminang itoe Simah dahoeloe kepada datoeknja, nama Hoesin. Masa itoe saja berdjandji maskawin Simah hanja $ 66 dan tjintjin sebentoek, kain saroeng sehelai, badjoe sehelai dan kain toedoeng sehelai. Itoe semoea soedah saja antar dengan djelas. Masa Ketjik kawin aken mengoetjapkan kaboel nikah di Poelau Boeloeh, saja tidak ikoet dan saja tidak tahoe begaimana boleh djadi tertoeang di soerat nikah ; maskawin 10 thail mas beroetang”.
Menimbang :
Setelah mendengar penda’waän Simah binti Osman atas djandanja nama Ketjik bin Matsah, menoentoet maskawinnja 10 thail mas atau $ 160 dengan nafkah êdah 100 hari X $ 0.50.
Setelah mendengar pengakoean Ketjik jang telah mengoetjapkan waktoe nikah maskawin Simah 10 thail mas dengan beroetang, tetapi tidak mengerti maksoednja.
Mendengar:
Keterangan saksi Matsah mengatakan: perdjandjian maskawin hanja $ 66 jang mana wang itoe telah diantar.
Mendengar saksi Wahab menerangkan: betoel soedah diantar $ 66, tetapi boekan maskawin, hanjalah wang angsoeran nikah bertanggal 29 Juli 1928 jang ada terlampir ini. Menjalankan dengan terang, bahawa maskawin Simâh 10 thail mas dengan beroetang ; soerat toean districtshoofd Bintan, bertanggal 29 April 1930 menjatakan jang teradat masa sekarang 10 thail mas itoe nilaiannja $ 66.
Ahli moesjawarat mengingatkan soepaja lebih dahoeloe semoea soeka bermoefakat membitjarakan jang $ 66 itoe, akan didjadikan maskawinkah atau akan ditetapkan djoega djadi wang angsoeran; dan mengingatkan jang soedah dibiasakan perhitoengan nafkah êdahnja hanja $ 0.20 sehari.
Setelah habis permoefakatan mereka dan setelah kedoea belah pehak menjalankannya soeka sama soeka mengakoei hoetang Ketjik kepada Simah:
Maskawin $160 – $66 = $94 (djadi jang $66 terhitoeng maskawin), nafkah edan 100 hari X $0.20 = $20. Jadi djoemlah $94 + $20 = $114, atau £159.60. Perdjandjian pembajaran dengan angsoeran jang tetap tiap-tiap boelan sebesar £ 10.
Setelah memperhatikan hoekoem Sjara’ dalam Islam jang berhoeboeng dengan maskawin dan nafkah, dan mengingat adat istiadat Lingga Riouw tentang perkawinan ; maka
Ditetapkan :
Dihoekoem Ketjik bin Matsah akan membajar hoetangnja kepada Simah binti Osman jang telah diakoeinja sedjoemlah f 159.60 (seratoes lima poeloeh sembilan roepiah, enam poeloeh cent) dengan djalan angsoeran jang tetap tiap-tiap boelan, jang telah diakoeinja £10 hingga djelas.
Apabila sampai tiga boelan Ketjik malalaeikan pembajaran angsoeran bagi jang tiga boelan itoe, batallah perdjandjian angsoeran dan moestilah Ketjik membajar dengan sekali habis.
Apabila tiada terbajar Ketjik bin Matsah, tertanggoenglah pembakaran itoe atas harta bendanja.
Poelau-Boeloeh, 15 Mei 1930.
Kedoea belah pehak menerima kepoetoesan ini.
Het districtshoofd,
Mohamad Lamin
RINGKASAN. Penggugat menuntut dari mantan suaminya pembayaran maskawin sebesar 10 thail emas (= $160), dikurangi dengan bagian yang sudah dibayar sebesar $66. Selain itu, dia juga menuntut 100 x $0,50 untuk biaya hidupnya selama masa iddah (100 hari). Tergugat mengatakan bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang maskawin karena urusan ini ditangani oleh ayahnya.
Menurut ayahnya, maskawin hanya sebesar $66, yang sudah dibayarkan oleh putranya kepada istrinya. Namun, ayah perempuan tersebut mengklaim bahwa maskawin telah ditentukan sebesar $160, dan $66 hanya sebagai “uang angsuran”.
Dalam “surat nikah” tercatat bahwa maskawin akan berjumlah 10 thail emas, dan akan dibayar kemudian. Kedua belah pihak diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah ini secara internal, apakah $66 yang sudah dibayarkan dianggap sebagai bagian dari maskawin atau sebagai uang angsuran.
Mereka memutuskan bahwa $66 tersebut dianggap sebagai bagian dari maskawin, dan mahkamah ketjil mengabulkan tuntutan tersebut, dengan ketentuan bahwa untuk biaya hidup diberikan sebesar 100 x $0,20 (tidak jelas apakah perempuan tersebut hamil atau tidak).
(*)
Penulis/ Videografer: Bintoro Suryo – Ordinary Man. Orang teknik, Mengelola Blog, suka sejarah & Videography.
Artikel ini diterbitkan sebelumnya di: bintorosuryo.com