KENAIKAN harga BBM menyebabkan kondisi yang dilematis bagi kalangan pengusaha kawasan industri di Batam. Pasalnya, BBM merupakan salah satu komponen utama produksi, sehingga kenaikannya akan menggerus biaya operasional. Sebagai langkah awal mengurangi konsumsi BBM, pemerintah daerah (Pemda) disarankan untuk mengoptimalkan transportasi massal seperti Trans Batam.
“Ini merupakan kondisi dilematis baik bagi pemerintah, pekerja dan pengusaha. Semua terkena dampak. Pemerintah mengurangi subsidi, kantong pekerja tidak tahan, lalu menjerit dan terakhir minta kepada pengusaha. Situasi ini tidak enak buat semua pihak,” kata Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Batam dan Karimun, Tjaw Hioeng, Rabu (7/9) di Baloi, Batam.
Menurut, situasi seperti ini harus disiasati oleh pemerintah daerah. “Kenaikan BBM pasti berpengaruh kepada transportasi para pekerja. Maka saya sarankan segera optimalkan transportasi massal seperti Trans Batam,” jelasnya.
Permintaan buruh dalam demo yang dilakukan Rabu (7/9) lalu tersebut, memang menuntut penyediaan transportasi tambahan untuk pekerja. “Kalau perusahaan yang mampu pasti oke. Kalau yang tidak mampu, maka pasti akan sulit. Bukan hanya masalah transportasi, tapi juga masalah tarif logistik pengantaran barang dari kawasan industri ke pelabuhan. Ini semua memang dilematis,” jelasnya.
Begitu harga BBM naik, maka harga kebutuhan pokok (bahan makanan) akan merangkak naik. Hal ini menyebabkan tingkat inflasi ikut meningkat. “Persoalan ini tidak mungkin diselesaikan secara sepihak, tapi harus melibatkan pemerintah, pengusaha dan pekerja melalui tripartit. Jadei semua bisa berembuk,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid mengatakan kenaikkan harga BBM akan berdampak langsung kepada inflasi di Batam.
“Maka dari itu pemerintah daerah dalam hal ini harus memastikan bahwa pasokan kebutuhan pokok ke Batam tidak terganggu dan jangan sampai terjadi penimbunan oleh para pedagang nakal. Karena jika terjadi maka inflasi akibat kenaikan harga BBM akan terakumulasi menjadi lebih tinggi. Jika ini terjadi maka tentunya masyarakat akan merasakan dampak yang lebih buruk,” jelasnya.
Bagi dunia usaha, kenaikkan harga BBM ini akan meningkatkan biaya transportasi dan biaya lainnya yang berhubungan dengan penggunaan bahan bakar dalam aktivitasnya. Pengusaha kemungkinan besar akan membebankan kenaikan biaya ini kepada konsumennya dengan menaikkan harga jual produknya.
“Inilah yang disebut sebagai cost push inflation dalam ekonomi. Hal ini sulit dicegah karena pengusaha yang rasional akan melakukan hal tersebut. Kemungkinan UMK Batam bisa naik lebih tinggi dari tahun sebelumnya jika inflasi di Kepri melonjak tinggi tahun ini. Hal ini tentunya akan menambah beban produksi dunia usaha jika terjadi,” paparnya.
Rafki berharap inflasi yg terjadi akibat kenaikan harga BBM ini tidak akan begitu tinggi supaya tidak membebani masyarakat. Tentunya hal ini bisa dicegah kalau pemerintah bekerja maksimal mengambil langkah-langkah antisipatif untuk mencegahnya.
Sebelumnya, Ketua Konsulat Cabang FSPMI Kota Batam, Yapet Ramon mengatakan kenaikan BBM sekitar 30 persen ini akan menekan angka inflasi hingga 6-8 persen.
“Kami minta upah disesuaikan sebesar 10-13 persen. Inflasi akan semakin tinggi, dan tiap tahun begini terus, harga-harga (barang kebutuhan pokok) terus naik,” katanya.
Ia menyampaikan sejumlah opsi yang dianggap dapat meringankan golongan buruh di Batam, saat kenaikan harga BBM.
Pertama, buruh meminta agar Pemerintah Kota (Pemko) Batam mengimbau perusahaan khususnya manufaktur menambah jumlah bus antar jemput. Kemudian, menggelar kembali program sembako murah, dan terakhir Pemko Batam diminta membuat struktur skala upah (leo).