AKSI penipuan online yang melibatkan 88 orang Warga Negara Tiongkok, menyeruak di Batam pekan kemarin. Ada yang menyebut aksi yang dilakukan tersebut sebagai ‘love scamming‘, yang lain menyebut sebagai “jagal babi“.
Aksi menjerat calon korban secara online itu, biasanya diawali dengan pesan ramah dari orang asing di jagat maya, biasanya wanita cantik. Namun, sosok memikat tersebut adalah penipu yang sebenarnya juga korban perdagangan manusia.
Dengan modus itu, para pelakunya berharap muncul ketertarikan dari calon korban saat melakukan aktifitas video call.
“Kelima perempuan itu dieksploitasi untuk melakukan sex-tortion. Kemudian laki-laki yang 83 lainnya berperan untuk membuat suatu narasi-narasi yang nantinya akan menjebak korban”, ujar Kabid Humas Polda Kepri, Kombes Zahwani Pandra Arsyad saat rilis kasus beberapa hari kemarin.
“Kemudian nanti ada kelompok lain lagi yang melakukan pemerasan kepada korban. Mereka berkelompok dan mengejar target,” lanjutnya.
Hasil rekaman video call tersebut, kemudian digunakan oleh sindikat untuk memeras para korbannya. Para pelaku mulai mengancam untuk menyebarluaskan rekaman tersebut ke media sosial jika para korban tidak mengirimkan uang.
Polisi menyebut, kelompok itu mengambil untung dari penipuan hingga mencapai 10 juta yuan atau setara dengan Rp20,9 miliar rupiah.
“Saya dapat informasi yang kena itu juga bukan hanya masyarakat atau semua kalangan random, sampai pejabat juga kena. Makanya bisa mengeruk keuntungan bisa segitu banyak,” kata Pandra.
Para Korban Sindikat ‘Jagal Babi’
PRAKTEK kejahatan Love Scamming itu, dioperasikan dari kawasan komplek Cammo Industrial Park, Simpang Kara, Batam.
Usai penggerebekan pekan kemarin, polisi juga memeriksa dua lokasi lain yang diduga jadi tempat aksi para pelaku, yakni di pertokoan Komplek Tanjung Trisakti Jalan Laksamana Bintan dan Komplek Ruko Sakura Permai, Jalan Yos Sudarso, Batuampar, Batam.
Berdasarkan hasil penyelidikan sementara polisi, sebagian besar dari korban mereka adalah warga negara China. Belum ditemui warga negara Indonesia yang ikut jadi korbannya.
Bagaimana bisa? Padahal dioperasikan dari Batam, Indonesia? Ternyata para pelakunya tidak bisa berbahasa Inggris maupun Indonesia.
“Sudah fix [dideportasi], dan kemarin sudah diserah terima berkas perkara dari Kepolisian Negara Indonesia sebagai jurisdiksi Indonesia kepada pihak RRC melalui kepolisian,” tutur Pandra kepada sejumlah awak media.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kepri, Kombes Nasriadi, mengatakan, Polda Kepri telah menyerahkan atau melimpahkan perkara kasus ‘Jagal Babi‘ ini, karena menganggap tidak cukup alat bukti untuk menyidik perkara ini di Indonesia. Dalam perkara pidana love scamming ini, tidak ditemukan korban warga Indonesia.
“Sehingga diserahkan penanganan kepada Kepolisian China. Penyerahan pelimpahan kasus kemudian penyerahan tersangka dan barang bukti,” ujarnya, Senin (4/9/2023) kemarin.
Secara dokumen telah dilakukan dengan formil Police to Police. Setelah itu prosesnya tetap di-back up Polda Kepri untuk proses pengembangan perkara selanjutnya.
Jagal Babi, Penipuan yang Marak Terjadi
Aksi penipuan ‘Love Scamming‘ atau ‘Jagal Babi‘, biasanya dilakukan dengan memanipulasi dan memanfaatkan perasaan calon korbannya.
Para pelaku akan melakukan rayu-rayuan dengan tujuan untuk mendapatkan sejumlah uang dengan berbagai alasan.
Biasanya, para pelaku tidak akan menjerat korbannya secara langsung. Tetapi melalui aplikasi kencan online atau berbagai platform lainnya.
Para penipu akan membuat akun profil palsu dan mulai menjalin hubungan dengan banyak korban.
Mereka akan memulai dengan hubungan yang baik, atau bahkan menggunakan kata-kata yang indah untuk didengar. Pelaku dan korban akan menjalin hubungan di media sosial secara intens.
Korban yang sudah terjebak dalam hubungan romantis palsu, menjadi mudah tergoda dan terbuai. Pada saat itulah para pelaku akan mulai menguras harta korban.
GoWest.ID melansir dari Fortune Indonesia, modus penipuan seperti ini, bahkan pernah mencatatkan rekor penipuan mencapai US$547 juta atau Rp8,3 triliun pada tahun 2021 lalu.
“Ini adalah konsep penipuan romansa. Ini adalah bentuk rekayasa sosial, di mana penipu menargetkan individu yang mencari persahabatan atau romansa yang kemudian mereka manipulasi. Tujuannya untuk mendapatkan uang atau layanan lain,” terang Supervisory Special Agent Unit Kejahatan Ekonomi FBI David Harding dikutip dari podcast berjudul For The Love of Money yang diunggah di laman www.fbi.gov.
Di situs itu, Agent Harding mengatakan, pada 2021, ia mendapatkan data kerugian akibat penipuan melalui internet mencapai USD 7 miliar atau kurang lebih Rp106 triliun (dengan kurs USD 1 sama dengan Rp15.200, pen) di seluruh dunia.
Sedangkan kerugian akibat penipuan terkait romantika mencapai USD 956 juta atau kurang lebih Rp14 triliun (dengan kurs USD 1 sama dengan Rp15.200 pen).
Artinya, kerugian akibat penipuan terkait romantika di seluruh dunia mencapai 13 persen dari jumlah total kerugian di internet.
(ham/dha)