PENYIDIK dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau (Kepri) telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk jasa pemanduan dan penundaan kapal di Pelabuhan Kota Batam. Kasus ini terjadi pada periode waktu dari 2015 hingga 2021. Untuk mencegah keduanya melarikan diri, jaksa telah menahan mereka hingga 20 hari ke depan.
Yusnar Yusuf, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kepri, mengidentifikasi dua tersangka tersebut. Tersangka pertama adalah AL, yang menjabat sebagai Direktur PT Gemmalindo Shipping Batam dan juga Direktur Utama PT Gema Samudera Sarana. Tersangka kedua, S, adalah Direktur Utama PT Segera Catur, yang juga mengelola PT Perlayaran Kurnia Samudra.
Menurut Yusnar, kedua perusahaan yang terlibat tidak terdaftar sebagai Badan Usaha Pelabuhan (BUP) dan tidak memiliki izin dari Kementerian Perhubungan. “Penahanan dilakukan selama 20 hari di Rutan Tanjungpinang untuk mencegah kemungkinan pelarian dan pengrusakan barang bukti,” jelasnya pada Selasa, 5 November 2024.
Yusnar menambahkan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) sedang mempersiapkan berkas perkara untuk diajukan ke Pengadilan Negeri Tanjungpinang. Kedua tersangka diduga terlibat dalam praktik korupsi dalam pengelolaan PNBP yang merugikan negara hingga Rp 9,63 miliar, berdasarkan laporan audit dari Badan Pengelolaan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPPKP) Kepri.
Keduanya diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yusnar juga menyebutkan bahwa akan ada penetapan tersangka tambahan yang kemungkinan terlibat dalam kasus ini.
Penyelidikan ini berawal dari dokumen hasil audit yang diserahkan oleh Kepala BPKP Kepri, Hisyam Wahyudi, kepada Kajati Kepri, Teguh Subroto, pada September 2024. Audit tersebut menemukan bahwa antara tahun 2015 hingga 2024, Badan Pengusahaan Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam melakukan kerja sama dengan beberapa perusahaan untuk jasa pemanduan dan penundaan kapal. Namun, ditemukan bahwa PNBP sebesar 5 persen dari jasa kapal tersebut tidak disetorkan ke kas negara melalui Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Khusus Batam.
“Selain itu, ada juga temuan bahwa pembayaran PNBP sebesar 20 persen yang seharusnya diterima oleh BP Batam tidak sesuai dengan angka yang seharusnya,” pungkas Yusnar.
(ham)