MESKI tahun 2022 telah berakhir, namun masih menyisakan sebuah pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Batam per Maret 2022, persentase penduduk miskin Batam naik 0,14 persen poin.
“Penduduk miskin di Batam naik 0,14 persen poin atau bertambah sebanyak 5.420 jiwa per Maret 2022, dari yang sebelumnya per Maret 2021 sebanyak 77.170 orang menjadi 82.590 penduduk miskin,” kata Kepala BPS Batam, Rahmad Iswanto, Rabu (4/1).
Dari keseluruhan penduduk Batam sebanyak 1.169.648 jiwa (data sensus 2020), maka persentase jumlah penduduk miskin sebanyak 5,19 persen dari total jumlah penduduk. Angka ini mengalami peningkatan dibanding Maret 2021 yang sebensar 5,05 persen.
Adapun penduduk yang masuk dalam kategori miskin yakni penduduk yang pendapatannya dibawah garis kemiskinan (GK), sebesar Rp 783.730/kapita/bulan per Maret 2022.
“Angka GK ini meningkat dari yang sebelumnya di Maret 2021 hanya sebesar Rp 740.109/kapita/bulan,” ujarnya lagi.
Perkembangan GK sejak Maret 2013 hingga Maret 2022 terus mengalami tren peningkatan. GK adalah gambaran besarnya nilai Rupiah per bulan yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, baik makanan atau bukan makanan.
Hal yang paling menarik dari angka kemiskinan di Batam yakni persentasenya sejak Maret 2013-Maret 2022 selalu mengalami penurunan, tapi angkanya (jumlah penduduk) terus mengalami kenaikan yang konsisten.
“Persentase memang selalu naik, tapi pengecualian terjadi pada Maret 2014, Maret 2017, Maret 2018, Maret 2021 dan Maret 2022,” ungkapnya.

Rahmad menjelaskan kenaikan persentase kemiskinan pada Maret 2014, Maret 2017, dan Maret 2018 dipicu pelemahan kondisi ekonomi Batam.
“Sedangkan pada Maret 2021, karena pandemi Covid-19. Dan di 2022, merupakan masa pemulihan pasca Covid-19,” paparnya.
Salah satu faktor penyebab kemiskinan pada Maret 2022 yakni karena inflasi yang cukup tinggi, dimana hampir semua kelompok pengeluaran terutama pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau naik 5,41 persen.
“Kelompok makanan, minuman dan tembakau (rokok) merupakan kelompok pengeluaran vital bagi warga Batam. Sehingga pengaruhnya cukup tinggi terhadap kemiskinan,” ucapnya.
Rahmad juga mengatakan bahwa Batam merupakan penyumbang terbesar jumlah penduduk miskin di Kepri. Persentasenya sekitar 75 persen. Sementara itu, Anambas menyumbang jumlah penduduk miskin paling sedikit, yakni sebanyak 3.290 jiwa.
Bantuan Pemerintah Kurang Tepat Sasaran
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid mengatakan bahwa kenaikan jumlah penduduk miskin di Batam per Maret 2022 ini kemungkinan terjadi karena naiknya GK yang sebelumnya 740.109 di tahun 2021 menjadi 783.730 di tahun 2022.
“Kenaikan GK ini terjadi karena kenaikan inflasi yang relatif cukup tinggi akibat kenaikan harga BBM di bulan September tahun lalu. Kenaikan GK tidak diikuti dengan meningkatnya pendapatan dari penduduk yang hampir miskin sehingga kemudian mereka jatuh di bawah GK. Ini bisa mengindikasikan bahwa bantuan dari pemerintah sebagai kompensasi kenaikan harga BBM bagi rakyat miskin, tidak efektif atau kurang tepat sasaran,” ujar Rafki.
Menurut Rafki, solusinya yakni pemerintah harus bisa memberikan alternatif usaha rakyat miskin di Batam untuk mereka bisa menaikkan pendapatannya.
“Bantuan modal usaha bagi usaha mikro juga perlu ditingkatkan dan diusahakan tepat sasaran. Bantuan langsung tunai sebaiknya diganti dengan bantuan dalam bentuk lain yang lebih bermanfaat meningkatkan penghasilan penduduk miskin di Batam dalam jangka panjang,” jelasnnya.
Rafki menegaskan bahwa bantuan langsung tunai dan sejenisnya itu, hanya akan menaikkan keinginan konsumsi masyarakat miskin dan belum tentu menaikkan pendapatannya dalam jangka panjang.
Untuk menahan GK supaya tidak naik terlalu tinggi, inflasi harus dijaga tetap terkendali. “Pasokan bahan pangan untuk Batam juga harus tersedia cukup agar tidak berdampak pada inflasi yang bisa menyebabkan naiknya GK,” pungkasnya (leo).