TERDAKWA kasus pembuangan limbah B3 (minyak hitam) di perairan Natuna, yang juga nahkoda kapal super tanker MT Arman 114, Mahmoud Mohamed Abdelazis, dipanggil secara paksa oleh Pengadilan Negri (PN) Batam.
Pemanggilan secara paksa dilakukan oleh PN Batam karena pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) gagal menghadirkan terdakwa, dalam agenda sidang pembacaan putusan majelis hakim PN Batam yang sedianya digelar pada Kamis (4/7/2024).
“Tadi pukul 09.30 WIB terdakwa tidak dapat dihadirkan oleh JPU. Sidang kembali ditunda hingga minggu depan,” kata Welly Irdianto, juru bicara PN Batam, seperti dikutip dari antaranews.com.
Welly juga menyampaikan sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu (10/7) dengan agenda pembacaan putusan dari majelis hakim PN Batam, dan pada sidang tersebut majelis hakim akan memerintahkan pemanggilan paksa terhadap terdakwa Mahmoud Mohamed Abdelazis.
Menurut Welly, jika terdakwa kembali tidak hadir, majelis hakim akan mengeluarkan penetapan in absentia.
“Nanti dalam pemanggilan paksa, jika terdakwa tetap tidak dapat dihadirkan, maka majelis hakim akan mengambil keputusan. Sampai saat ini, kuasa hukum juga belum berhasil menemukan terdakwa, yang seharusnya dihadirkan oleh JPU,” tambah Welly.
Terkait PN Batam tidak melakukan penahanan terhadap terdakwa, Welly menjelaskan, selama menjalani proses hukum di Bakamla, Gakkum KLHK, Kejaksaan Negeri Batam, dan PN Batam, terdakwa dinilai kooperatif selama tujuh bulan terakhir.
Ia menambhakn, pihak JPU sempat mengajukan permohonan penahanan setelah agenda tuntutan berlangsung, tetapi surat tersebut bukan dimasukkan melalui persidangan, melainkan administrasi umum.
“Maka dari itu kami kemarin tidak melakukan penahanan hingga akhirnya terdakwa mangkir dalam agenda putusan,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Batam, I Ketut Kasna Dedi mengatakan, tidak dilakukannya penahanan terhadap terdakwa Mahmoud dikarenakan statusnya yang merupakan nahkoda kapal dan bertanggung jawab terhadap 21 kru kapal tersebut.
“Jadi kalau saat tahap II dari penyidik KLHK ke kejaksaan kita tahan, siapa yang akan bertanggung jawab atau mengawasi anak buah kapalnya. Itu salah satu pertimbangan kami saat itu tidak melakukan penahanan terhadap terdakwa,” kata Kasna.
Kini terdakwa tersebut telah melakukan pelanggaran lain dengan tidak hadir dalam persidangan yang menunjukkan sikap tidak kooperatif.
“Kita sudah mengantisipasi hal ini, kita baca tuntutan bahwa terdakwa dituntut penjara tujuh tahun. Saya sudah mengantisipasi, karena terdakwa mungkin akan melarikan diri,” ujar dia.
Dengan begitu, kejaksaan telah mengajukan surat permohonan penahanan kepada pengadilan dengan pertimbangan dari KLHK yang menyarankan penahanan terhadap terdakwa.
Ia juga menegaskan kejaksaan akan terus berupaya untuk menghadirkan terdakwa dalam sidang berikutnya dengan bekerja sama dengan instansi terkait.
“Status terdakwa saat ini sedang dalam pencarian, namun belum ditetapkan sebagai DPO. Jika tidak hadir dalam persidangan mendatang, maka akan ditetapkan sebagai DPO,” kata Kasna.
Sebelumnya, kapal MT Arman 114 diamankan oleh Bakamla RI pada 7 Oktober 2023 karena diduga menyebabkan pencemaran lingkungan laut di perairan Natuna.
Kapal MT Arman 114 mengangkut muatan light crude oil ± 272.629,067 MT dan melakukan pembuangan limbah dari lubang pembuangan buritan sebelah kiri kapal saat melakukan transfer ship to ship crude oil dengan Kapal MT S-Tinos di Zona Ekonomi Eksklusif Laut Natuna. (*)