Ini Batam
Keterbatasan Jaringan Menjadi Pangkal Persoalan Air Bersih di Batam

PRESIDEN Direktur ATB, Benny Andrianto mengatakan pangkal utama permasalahan suplai air bersih di Batam yakni keterbatasan jaringan pipa air. Jaringan yang ada saat ini tidak mampu mengakomodir pertumbuhan pelanggan air bersih, yang terus bertambah pesat tiap tahunnya.
“Hal yang diperlukan itu penambahan jaringan serta kapasitas pengolahan air bersih,” kata Benny saat Coffe Morning dengan media di Kantor ATB di Batam Centre, Rabu (18/1).
Mengenai rencana Badan Pengusahaan (BP) Batam yang ingin mengganti seluruh jaringan pipa air karena sudah dianggap kadaluarsa, Benny menyebut hal tersebut bukan sesuatu pemikiran yang bagus, apalagi nilai investasinya mencapai Rp 4,5 triliun.
“Jadi begini, nilai investasi itu mengacu dan merujuk pada dasar apa. Menurut kalian, apa sesuatu yang logis mengganti seluruh jaringan pipa air di Batam. Panjangnya saja keseluruhan capai 4.284 kilometer menurut data kami di 2020. Itupun kalau belum bertambah, ya tidak mungkin tambah semua,” jelasnya.
Secara garis besar, pada 2020 lalu ATB meninggalkan aset jaringan pipa air sepanjang 4.284 kilometer, dimana saat itu mampu mengakomodir kebutuhan air bersih seluruh warga Batam.
Namun dengan pertambahan jumlah pelanggan air bersih dalam 2 tahun terakhir, tentu harus diikuti juga dengan penambahan jaringan pipa air dan juga Water Treatment Plant (WTP).
Untuk memenuhi kebutuhan pelanggan air bersih yang jumlahnya terus meningkat, maka setidaknya butuh tambahan kapasitas 300 liter per detik (lpd) dalam 2 tahun terakhir.
“Atau sekitar 150 lpd tiap tahunnya. Namun sayangnya, tambahan kapasitas tersebut tidak kunjung dipenuhi. Lalu kalau mau ganti, atau nambah pipa, tapi airnya tidak ada, hanya angin yang akan keluar,” ucapnya.
Benny menduga penambahan tidak dilakukan, sehingga berdampak pada tidak meratanya suplai air ke seluruh pelanggan. “Dalam setahun, SPAM Batam untung Rp 320 miliar. Mengapa uang tersebut tidak direinvestasikan saja untuk penambahan jaringan dan peningkatan pelayanan. Jadinya sekarang keteteran karena jumlah pelanggan terus tumbuh,” ungkapnya.
“Batam ini masih terus bertumbuh. Dulu (ATB) bangun tambahan kapasitas 250 lpd per tahun. Jadi tiap tahun harus dikalikan dua. Kalau sekarang tidak bagus, karena tidak ada penambahan kapasitas. Kapasitas tidak bertambah, tapi pelanggan bertambah, ya baginya jadi sedikit. Makanya harus ditambah jaringan dan dikelola dengan pemeliharaan yang baik,” ungkapnya.
Benny juga menuturkan ada aset yang tidak dimanfaatkan dengan baik, seperti tangki air berkapasitas 63 ribu m3. “Nilainya (tanki air) lebih dari Rp 150 milliar. Dan itu jadi mubazir. Artinya tidak ada planning dan strategi yang baik, karena memang tidak memiliki kompetensi yang cukup dalam SPAM,” tegasnya.
Ia berharap persoalan ini cepat diselesaikan, karena jika suatu saat warga Batam banyak yang menggunakan pompa air, maka situasinya akan semakin sulit diatasi. “Kalau air makin sulit, maka pasti akan gunakan pompa,” jelasnya.
Benny juga menyoroti pola kerja sama antara SPAM Batam dan operator Moya Indonesia, dimana Moya selaku operator yang bertugas hanya operation and maintenance (OM). Dalam pernyataannya Minggu (15/1) lalu, Rudi menyebut bahwa ia telah meminta Moya untuk investasi terlebih dahulu menggunakan uang sendiri, dimana BP Batam akan mencicilnya sebagai utang melalui penerimaan dari SPAM Batam.
“Perlu diketahui bahwa operator yang bekerja saat ini adalah hanya dalam lingkup operasi dan pemeliharaan. Sehingga, operator tidak memiliki kewajiban untuk berinvestasi dalam pengelolaan SPAM Batam,” ungkapnya.
Jika BP Batam ingin menunjuk investor, maka harus melalui mekanisme tender dan mengikuti PP 122 pasal 56 ayat 3 bentuk kerja sama yang dapat dilakukan dengan Badan Usaha (BU). Penunjukkan langsung hanya dapat dilakukan apabila mengikuti aturan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah PP Nomor 12/ 2021.
“Bilamana tidak ikut aturan, maka itu merupakan pelanggaran, dan bisa dikategorikan korupsi,” paparnya.
Dampak dari investasi, maka investor akan mendapat jaminan pengembalian yang umumnya datang dari tarif. Oleh sebab itu perlu kajian berapa tingkat pengembalian yang wajar, karena pada akhirnya akan dibebankan kepada para pelanggan.
“Karena itu harus dilakukan tender untuk investasinya. Sehingga dapat diperoleh investor yang bonafide dan professional. Kalau tidak masyarakat akan menjadi korban,” paparnya.
Pelaksanaan SPAM di Batam diindikasi melanggar beberapa aturan. Salah satunya adalah terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 122 tahun 2015 tentang SPAM.
Pasal 56 ayat 3 beleid tersebut mengatur terkait dengan pembiayaan dan kerja sama dengan badan usaha tentang SPAM. Mengacu pada pasal itu, pengelolaan air yang bersifat OM tidak diijinkan. “Kecuali yang bersangkutan telah melakukan investasi terlebih dahulu, silakan dibaca pasal terkait,” pungkasnya (leo).