Pulau yang tertua di kawasan Tambelan, adalah Pulau Benua. Terletak di Barat Daya Pulau Tambelan.
DIPERKIRAKAN sekitar awal abad ke 16 datanglah dua orang beradik dari Serasan bernama Datuk Rahmat dan Datuk Cermat, yang membuat pemukiman pertama di Pulau Benua, tepatnya di sekitar daerah air Payau. Pada saat itu Pulau Benua merupakan pulau tanpa penghuni dan belum diberi nama.
Penamaan Benua berasal dari bahasa Melayu yang artinya sebuah pulau besar yang baru ditemukan. Pemukiman tersebut terus berkembang hingga mencapai 70 kepala keluarga. Masyarakat di sana juga membuat sebuah masjid yang saat ini menjadi masjid tertua di wilayah Tambelan.
Diperkirakan pada paruh kedua abad ke 16 pemukiman penduduk dipindahkan ke bagian Timur Pulau Tambelan karena daerah Air Payau sangat rentan terhadap serangan lanun dan hantaman gelombang pada musim utara.
Daerah tersebut kemudian diberi nama Gayam, diambil dari nama kepala desa pada waktu itu yang bernama Datuk Gayum.
Hingga saat ini di daerah Gayam masih terdapat peninggalan beberapa pekuburan berupa nisan batu yang disebut pekuburan Tanjung Kubur.
Informasi lain menyebut, pulau Tambelan sebelumnya juga dikenal dengan nama pulau Sabda. Nama tersebut tercatat dalam sejarah pada tahun sekitar 1623 ketika rombongan sultan Johor VII, sultan Abdullah Muayat Syah tiba. Nama Tambelan bermula pada perang Riau (1782-1784).
Kedatangan Sultan Abdullah Muayat Syah
Saat kedatangan Sultan Abdullah Muayat Syah ke Tambelan, pulau tersebut disebut Pulau Kandil Bahar, di bawah pemerintahan Datuk Gayum. Sultan Abdullah Muayat Syah diceritakan sedang melakukan perjalanan untuk melarikan diri ke daerah Brunai.
Dalam perjalanannya, Sultan sakit dan bersabda, apabila ia meninggal dunia, ia minta dilepaskan ayam kaki kuning. Sang Sultan minta dikuburkan di tempat ayam tersebut singgah.
Dalam kisah disebutkan, ayam kaki kuning singgah di sebuah tanjung di Pulau Tambelan yang kemudian diberi nama Tanjung Ayam.
Pasukan Sultan kemudian menguburkan Sultan di pulau Tambelan, tepatnya di kaki bukit Mentayan. Sebagian rombongan Sultan tinggal bersama penduduk Tambelan dan sebagian lagi kembali ke Johor.
Beberapa Tahun kemudian, datanglah Sultan Yahya, adik Sultan Muayat Syah ke Pulau Tambelan untuk mengunjungi makam kakandanya. Kemudian ia memindahkan kuburan Sultan Muayat Syah ke Daerah Batu Lepuk agar terhindar dari genangan air pasang.
Dalam kisah kedatangan Sultan Abdullah Muayat Syah, ada perbedaan pendapat. Pertama, ada yang mengatakan bahwa Sultan tersebut meninggal dalam perjalanan dan dikuburkan di bukit Mentayan Pulau Tambelan. Kedua, ada yang berpendapat bahwa Sultan Abdullah Muayat Syah lari dari kejaran Sultan Aceh dan sempat memerintah untuk beberapa waktu di Tambelan.
Artinya Pulau Tambelan pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan Johor hingga Sultan Abdullah Muayat Syah meninggal dunia.(Zainuddin Manan, 16 Mei 2014).
Kisah Datuk Campe dan Penamaan Tambelan
Kisah selanjutnya menyebutkan tentang kedatangan Datuk Campe. Dalam cerita ini disebutkan Datuk Campe merupakan seorang pengembara atau penyebar agama islam Champa-Yunan yang datang ke Tambelan dan Menikah dengan putri Datuk Gayum. Setelah Datuk Gayum meninggal Dunia, kepemimpinan diserahkan kepada Datuk Campe. Ia kemudian berniat mengembangkan pemukiman penduduk ke berbagai daerah baru tersebut.
Datuk Campe membentuk empat kelompok. Masing-masing kelompok menyebar ke empat lokasi yaitu daerah Durian, Tanjung Hantu, Teluk Abik, dan Aik Embung. Ia pindah dari Gayam ke Teluk Abik dan mendirikan Pusat pemerintahannya di Mentayan (Desa Batu Lepuk sekarang), yang dikenal dengan sebutan Istana Mentayan.
Hingga masa pemerintahan Datuk Campe, Pulau Tambelan bernama Pulau Kandil Bahar atau Pulau Sabda Bertuah.
Menurut salah seorang warga, penamaan pulau Sabda Betuah diberikan oleh Sultan Yahya ketika ia bersama rombongan hendak menuju Tambelan untuk berziarah ke makam kakandanya Sultan Muayat Syah. Penamaan ini diambil dari sabda Sultan Muayat syah sebelum beliau dikuburkan di Pulau Tambelan (pulau sabda bertuah).
Sedangkan penamaan kandil bahar berasal dari pelaut yang melihat cahaya api dari lampu minyak di tengah laut pada malam hari. Setelah dicari ternyata cahaya tersebut berasal dari sebuah pulau yang kemudian dinamakan Kandil Bahar.
Pada masa Datuk campe memerintah Tambelan, kerajaan Melayu Johor diserang oleh Raja Kecik, sehingga Sultan menyelamatkan diri ke Lingga. Keberadaan Datuk Campe diketahui oleh sultan, sehingga Sultan meminta bantuan kepada Datuk Campe untuk mengalahkan Raja kecik. Datuk Campe bersama beberapa orang pasukan pergi ke Lingga untuk membantu Sultan, dan berhasil mengalahkan Raja Kecik. Karena kesediaan dan keberhasilan Datuk Campe membantu Sultan, maka Sultan memberikan penghargaan kepada Datuk Campe dan pasukannya dengan julukan Timbalan Riau (pembantu kerajaan Johor Riau). Julukan inilah yang kemudian melekat menjadi nama Pulau Tambelan.
(*)
Sumber : Renjis (Jurnal Ilmiah Budaya dan Sejarah Melayu) – Penerbit : Balai Pelestarian Nilai Budaya Tanjungpinang, Disbud Pemprov Kepri
Artikel dan informasi lain dari BatamBuzz, bisa disimak di : www.batambuzz.com