DIREKTUR Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong menyatakan keberadaan peraturan perundangan yang mengikat secara komprehensif mengenai kecerdasan artifisial (AI) diperlukan agar dapat melindungi hak karya cipta dari media massa.
Menurutnya hal itu diperlukan mengingat teknologi AI telah membawa implikasi besar bagi dunia pers dan secara global sudah ada beberapa kasus pelanggaran hak cipta akibat pemanfaatan aplikasi berbasis teknologi AI.
“Kita berharap seperti di Uni Eropa. Di Uni Eropa itu punya UU yang komprehensif mengatur AI dari sisi hak ciptanya, dari sisi pornografi, deep fake-nya dan segala sisi. Seperti Omnibus Law-nya AI,” ujarnya dalam keterangan persnya.
Ia menyebutkan apabila aturan komprehensif itu hadir di Indonesia maka nantinya bisa melindungi media-media lokal dari dominasi raksasa teknologi global berkaitan dengan kepemilikan hak cipta.
Apalagi saat ini sudah semakin banyak aplikasi berbasis AI yang memonetisasi setiap konten yang diperoleh secara gratis dari media massa.
Kondisi itu akan memengaruhi penerapan hak cipta yang mencakup hak moral dan hak ekonomi.
“Sementara karya jurnalistik yang dihasilkan oleh media diperoleh dengan biaya. Ini problem. Dalam dunia media dan ilmiah, kita mengutip satu sumber dan kita sebutkan, maka tidak bisa menuntut itu. Dan problem ini sebetulnya terjadi pada platform digital juga dalam hubungannya dengan media,” jelasnya.
Guna mengantisipasi persoalan hak cipta, Pemerintah tengah menyelesaikan pengaturan publisher rights.
Meski demikian, Usman menyebutkan dalam aturan itu masih ada beberapa aspek yang memerlukan perhatian bersama.
“Saya kira belum tentu juga karena platform digital memang menggunakan AI. Tetapi perusahaan AI belum tentu mau disebut sebagai platform digital. Karena itu saya sependapat tadi teman-teman mengatakan perlu regulasi yang komprehensif,” tuturnya.
Di sisi lain, Kementerian Kominfo terkait AI sebenarnya telah melakukan terobosan dengan mengeluarkan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial.
Edaran itu memuat tiga kebijakan yaitu nilai etika, pelaksanaan nilai etika, dan tanggung jawab dalam pemanfaatan dan pengembangan kecerdasan artifisial bagi perusahaan atau organisasi.
Lewat edaran itu, Kementerian Kominfo mendorong perusahaan atau organisasi yang menggunakan dan mengembangkan AI ini berpedoman pada prinsip-prinsip tersebut.
“Yang paling penting prinsipnya adalah akuntabilitas dan human centered artinya berpusat kepada manusia, karena ada kekhawatiran AI ini akan membunuh peradaban manusia,” tutup Usman.