Hubungi kami di

Khas

Lomba Sampan Layar di Hari Kemerdekaan, Jaga Tradisi Sejak 1959

Terbit

|

LOMBA sampan layar menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia di Pulau Belakangpadang menjadi magnet wisata bagi warga-warga di pulau sekitar, seperti Batam dan lainnya.

Sejak melangkahkan kaki di Pelabuhan Pancung Batam, antrian panjang mengular sudah menjadi santapan tiap tahunnya. Dalam sekali antrian, bisa dua atau tiga baris antrian.

Sebagian besar tujuan dari warga Batam pergi ke Belakangpadang memang untuk menikmati lomba sampan layar, sekaligus pesta rakyat di Alun-Alun Belakangpadang. Sementara tujuan lainnya beragam, misalnya liburan ke rumah kerabat, atau karena ada kerjaan.

Karena padatnya calon penumpang, penambang (sebutan pengemudi perahu pancung) juga terlihat sangat sibuk hilir mudik Batam-Belakangpadang yang berjarak sekitar 12 kilometer ini.

Bahkan, petugas tiket juga tampak kebingungan melayani satu per satu antrian tersebut. Ia terlihat sering meninggalkan loketnya untuk mengatur penambang yang juga tak kalah bingungnya.

Lomba sampan layar tahunan di Belakangpadang. F rifki/gowest.id

Terkadang ada penambang yang datang langsung ke kerumunan calon penumpang, langsung menawarkan untuk mengantar rombongan penumpang langsung ke Belakangpadang. Jadi, bayarnya tidak perlu di loket lagi, tapi langsung ke penambang setelah sampai di tujuan.

Begitulah pemandangan yang bisa dilihat sebelum keberangkatan menuju Belakangpadang. Kalau datang pukul 10.00 WIB, maka biasanya harus menunggu sekitar 30 menit atau lebih untuk mendapatkan tiket. Terkadang kalau terlalu banyak, si petugas tiket malah tutup loket sementara waktu.

Setelah menunggu lama, tiket pun dipegang. Kemudian melangkahkan kaki pelan-pelan turun menaiki perahu pancung. Belakangpadang yang juga dikenal sebagai Pulau Penawar Rindu ini sudah menanti. Tujuan hanya satu, yakni mengabadikan momen lomba sampan layar, yang konon kabarnya sudah berlangsung sejak tahun 1959 tersebut.

Cuaca di hari kemerdekaan cukup cerah, dan bahkan menjelang tiba di Pelabuhan Kuning Belakangpadang malah semakin panas terik. Dari kejauhan, penonton lomba tersebut sudah berjubel memenuhi lorong-lorong pelabuhan. Sementara di sisi lain, banyak juga terpantau berada di dermaga Bea Cukai (BC) yang menjorok ke lautan.

Mendekati pelabuhan, perahu yang ditumpangi berjalan pelan-pelan, karena banyak juga penonton yang nonton lomba sampan, juga ikut-ikutan naik sampan.

BACA JUGA :  "TOGETHER" | XPLORING BATAM PART 6 (WISATA AGRO)
Lomba sampan layar sudah menjadi ikon wisata tahunan di Belakangpadang. F rifki/gowest.id

Tak jauh dari pelabuhan, ada Alun-Alun Belakangpadang yang tampak ramai dengan berbagai tenda dan juga stand-stand kuliner serta aksesoris. Di tengah alun-alun, ada panggung hiburan. Di sisi panggung, ada tenda makanan, khusus untuk warga setempat dan juga para pelancong.

Saat itu, semua mata memang tertuju pada lautan. Di tengah teriknya panas matahari, tampak 24 sampan layar atau biasa dikenal warga lokal sebagai kolek ini tengah menari-nari di atas ombak. Segala keahlian dan manuver ditunjukkan untuk menjadi yang terbaik. Bagi yang menyaksikan, pertunjukan tersebut seperti hiburan berkelas. Ya hiburan klasik yang sudah menjadi tradisi dari era orde lama di lautan perbatasan negeri.

Selain lomba sampan layar, ada juga lomba speed boat. Kalau yang ini, tentu lombanya lebih modern, karena yang dimainkan adalah keahlian bermanuver dengan mesin. Kebut-kebutan speed boat ini juga tak kalah seru, layaknya menonton MotoGP, tapi yang ini sirkuitnya berada di lautan.

Saat menemui tokoh masyarakat yang juga ketua panitia lomba sampan layar ini, Musa Jantan tersenyum ramah menyambut sejumlah wartawan yang hendak mewawancarainya. Pria ini juga seorang yang sudah lama hidup di lautan.

Sejak tahun 1959, ia telah mengawal lomba sampan layar ini agar tetap terlestarikan, sehingga tidak hilang dibabat zaman yang semakin modern.

“Kami ini tiap tahun, acara puncaknya ya lomba sampanlayar. Ini masih menjadi budaya yang terus dilestarikan. Pesertanya sendiri banyak dari luar Belakangpadang, seperti dari Pulau Gundap, Pulau Selat Nenek, Pulau Sugi dan lain-lain,” kata laki-laki berusia 83 tahun ini.

Untuk tahun ini, jumlah peserta memang agak berkurang. Ada banyak sebabnya, yakni karena pandemi. Lalu, banyak kolek yang sudah rusak. Dan terakhir, banyak pemilik kolek yang sudah meninggal.

“Saya awalnya prediksi ada 10, tapi syukurnya tahun ini jadi 24,” katanya singkat.

Musa kemudian menceritakan ikhwal mula terciptanya lomba sampan layar. Dahulu saat masih muda, ia dan teman-temannya sering berlomba sampan di Singapura, sekitar tahun 1950-an.

BACA JUGA :  STQH XXVI | Gubernur Kepri Hadiri Acara Malam Pembukaan

Lalu, setelah Singapura dibawah kepemimpinan Lee Kuan Yew mulai tahun 1959, maka lomba sampan layar dipindahkan ke Belakangpadang. “Alhamdulillah, sekarang masih bisa dilaksanakan,” ujarnya.

Menurut Musa, tidak mudah untuk menjadi kru sampan layar. Ada 3 posisi penting yang harus diisi para ahlinya. Posisi pertama dan yang paling penting, yakni damar. Damar ini orang yang berpegangan pada tali dogang, kakinya berada di tepi sampan, dan posisinya agak sedikit menungging.

Tali dogang ini berhubungan dengan layar. Fungsinya yakni untuk mengendalikan dan menstabilkan layar. Lalu, ada pedugang 1 dan 2. Dua orang ini bertugas menyeimbangkan sampan. Kalau angin kuat ke kiri, maka pedugang kiri harus pindah ke kanan untuk menyeimbangkan kapal, begitu juga sebaliknya. Kalau luput sekali saja, kapal bisa terbalik. Dan terakhir yakni tekong. Tugasnya menjaga haluan dan menjadi juru pandu dalam regu tersebut.

“Kalau soal layarnya itu, pakai kain parasut yang dijahit tangan. Banyak di Batam, satu gulungan itu US$ 15 dolar,” imbuh Musa.

Dulu, orang Singapura sangat suka mengikuti lomba sampan layar ini, bahkan sering juga jadi sponsor. Bagi orang-orang pulau yang hidup pada era 1960-an, bermain sampan menjadi hobi utama. Selain seru dan menguji ketangkasan, juga bertujuan untuk menjaga kekompakan.

Tahun ini, hadiahnya cukup menggiurkan, yakni uang tunai Rp 50 juta bagi sang pemenang.

Camat Belakangpadang, Yudi Admajianto mengatakan momen kemerdekaan memberi berkah bagi masyarakat Belakangpadang.

“Sekaligus juga jadi nostalgia. Karena lomba sampan layar dan speedboat ini merupakan tradisi ,” jelasnya.

Malam sebelum 17 Agustus, banyak warga Batam dan pulau-pulau sekitar yang sudah mulai datang ke Belakangpadang. Ada yang menginap di rumah kerabatnya, tidur di rumah kawan dan lainnya.

“Jadi, ini sudah semacam tradisi kumpul di Belakangpadang, kumpul saat HUT RI dan juga pesta rakyat. Lomba sampan layar ini sudah menjadi ikon dan akan terus dipertahankan,” tegasnya (leo).

Advertisement
Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Sebaran

Facebook