MAJELIS Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menggelar sidang perdana terkait dugaan pelanggaran etik dalam putusan MK soal batas usia capres-cawapres pada Kamis (26/10/2023).
Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, memimpin sidang terbuka dengan agenda klarifikasi kepada pihak-pihak pelapor di Gedung II Mahkamah Konstitusi RI pukul 10.00 WIB.
Usai mendengar penjelasan dari masing-masing pelapor, Jimly mengungkapkan bahwa prosesi sidang akan membutuhkan waktu 30 hari dan MKMK perlu bergerak cepat dalam memeriksa laporan-laporan tersebut.
“Maka jadwal sidang akan ditentukan nanti, kami akan mengatur jadwal sidang. Minimal panggilan tiga hari. Berarti harus siap-siap”, katanya.
“Berarti Selasa [31 Oktober 2023] akan ada sidang. Cuma siapa duluan kami akan atur dulu,” lanjut Jimly.
Sementara itu, Bintan Saragih, anggota MKMK menambahkan, dalam sidang berikutnya, para pelapor dapat membawa pembuktian dan segera memberitahu saksi-saksi yang akan hadir.
“Supaya bisa digilir. Ini hanya sampai 24 November waktunya. Ini serius, masyarakat menunggu,” kata Bintan.
Sidang MKMK terkait dugaan pelanggaran etik dalam putusan MK soal batas usia capres-cawapres akan digelar secara terbuka, kecuali saat pemeriksaan pihak terlapor.
Terdapat sembilan pihak pelapor yang hadir di ruang rapat, baik secara daring maupun luring, antara lain Furqan Jurdi, DPP. ARUN, Ahmad Fatoni (Advokat LISAN), Perekat Nusantara & TPDI, PBHI, Denny Indrayana, LBH Ciptakayara Keadilan, Gagum Ridho Putra dkk., Johan Imanuel, dkk., Nur Rahman,, dan lainnya .
Sementara, LBH Barisan Relawan Jalan Perubahan, Perkumpulan Aktivis Pemantau Hasil Reformasi 98, dan Lembaga Pemantau dan Pengawas Pejabat Negara tidak hadir.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) membentuk MKMK pada Selasa (24/10) untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik putusan MK pekan lalu terkait usia capres-cawapres yang disebut sarat kepentingan.
Ketua MK, Anwar Usman, telah menampik tudingan bahwa dirinya mengatur putusan MK soal batas usia capres-cawapres sehingga keponakannya, Gibran Rakabuming Raka, dapat maju sebagai bakal cawapres pada Pilpres 2024.
Lepas dari tudingan ke arah Anwar Usman, sejumlah pihak – termasuk pakar hukum tata negara – mempertanyakan netralitas MKMK dalam menangani dugaan pelanggaran kode etik.