INVASI Rusia terhadap Ukraina langsung direspon negatif di pasar finansial global. Mata uang Rusia, rubel, langsung rontok pada perdagangan hari ini, Senin (28/2/2022).
Nilai tukar Rubel Rusia jatuh ke rekor terendah terhadap dolar, setelah negara-negara Barat mengumumkan serangkaian sanksi keras untuk menghukum Rusia atas invasinya ke Ukraina.
Salah satu sanksi paling keras adalah memblokir Rusia dari SWIFt, jaringan sistem keuangan dunia, sehingga bank federal Rusia tak bisa mengakses cadangan mata uang negara itu.
Kurs dolar pada rubel naik 41,50 persen pada rekor 119,00 per dolar, di perdagangan Asia, sementara pada Februari ini, dolar naik 53,77 persen versus rubel. Demikian dikutip dari Antara.
Sehari sebelumnya, Bank sentral Rusia mengumumkan sejumlah langkah pada Minggu (27/2) untuk mendukung pasar domestik, sebagai langkah mengelola dampak sanksi ekonomi.
Bank sentral mengatakan akan melanjutkan pembelian emas di pasar domestik, meluncurkan lelang pembelian kembali tanpa batas, dan mengurangi pembatasan posisi mata uang asing terbuka bank.
Analis di Rabobank mengatakan sanksi pada cadangan mata uang menghilangkan kekuatan yang dimiliki rubel.
“Bahkan emas tidak likuid jika tidak ada yang bisa menggunakan valas sebagai gantinya. Akan ada keruntuhan total pada rubel hari ini…” tulis mereka.
Ray Attrill, kepala strategi valas di Bank Nasional Australia, mengatakan dalam sebuah catatan pada Minggu (27/2O), “runtuhnya rubel tampaknya tak terhindarkan pada Senin pagi”, dan ada peningkatan risiko default utang Rusia.
Hingga hari ini, serangan Rusia ke Ukraina masih berlangsung dengan ledakan terdengar di dua kota terbesar yaitu Kiev dan Kharkiv. Selain itu, citra satelit juga menunjukan ada konvoi panjang militer Rusia mengarah ke ibu kota Ukraina.
Pemerintah kedua negara pada Senin (28/2) pagi waktu setempat direncanakan akan menggelar dialog untuk mencari resolusi konflik.
(*)
sumber: CNNIndonesia.com